Sumber: Harian Rakjat, No. 1292, Tahun V, Sabtu, 5 November 1955.
Sebuah film disutradarai oleh Joris Ivens dengan musik Shostakovich. Film yang mendapat hadiah dari Festival film di Karlovy Vary, karena ia melukis perjuangan untuk dunia yang lebih baik.
Bertemu dengan Joris Ivens maka kita melihat seseorang yang sederhana tetapi menarik dengan rambutnya agak kusut, wajah yang bening dengan ekspresi yang riang dan sedia mengerti. Ia adalah seorang sutradara bangsa Belanda dan kebanyakan dari kita mengenalnya dari filmnya “Indonesia Memanggil” atau paling tidak tentu pernah mendengar tentang film ini, film yang turut mengisahkan perjuangan kemerdekaan kita dan berdiri di pihak kita. Selain film ini ia juga sutradara dari “Kita Perdjuangan”, “In the Borinage”, dan lain-lain, juga ia pernah membuat film mengenai Festival Pemuda di Berlin dan mengenai Kongres Perdamaian di Warsawa.
Tetapi dengan filmnya, “Nyanyi dari Sungai-Sungai”, ia telah tambahkan sesuatu yang palling segar pada hasil-hasilnya. Film ini dibuat atas permintaan Federasi Serikat-Serikat Buruh Sedunia dan ia adalah lanjutan logis dari perkembangan film-filmnya yang telah lalu, karena tema pokoknya ialah hidup, perjuangan, harapan-harapan serta kemenangan kaum buruh seluruh dunia. Sebuah pokok membuat film tentang Kongres ke III dari Serikat-Serikat Buruh Sedunia, yang kalau dillihat sepintas lalu begitu sederhana, yaitu persiapan-persiapan kongres tersebut, jalannya kongres dan pengaruhnya. Tetapi di dalam tangan Joris Ivens pokok ini lahir dan berubah menjadi jaringan-jaringan dari untaian yang saling berhubungan. Ia jelajahi seluruh dunia dengan kameranya dan ia dalami apa persoalan dasarnya, lalu dibongkarnya serta dilukiskannya ke dalam filmnya.
Maka kesukaran-kesukaran yang begitu banyak dari pokok yang diterimanya sebagai tugas, seperti kemungkinan tergelincir setiap waktu ke dalam runtuhan gambar-gambar yang kering dari rapat-rapat dan pidato-pidato atau memasukkan ke dalam daftar gambar-gambar yang mati serta membosannkan, dapat ia hindari.
Filmnya menjadi bukannya film dokumenter biasa tentang sesuatu kongres, tetapi jauh mengatasi itu. Ia adalah hasil seni. Ia tidak menjadi gambaran suatu laporan, tapi adalah gambaran tragedi, dan di dalam tragedi itu terjadi perjuangan dan nadanya adalah nada yang penuh harapan kemenangan, sama seperti dunia apa yang tersembunyi di dalam diri kaum buruh, kaum yang penuh kepelikan-kepelikan yang sebenarnya sederhana, yang banyak ragam tetapi unik, kaum yang penuh dengan derita tetapi mengandung kemenangan.
Di dalam beberapa ratus mil film, diceritakan oleh Joris Ivens kisah dari manusia ini. Dihimpunkannya apa yang terjadi pada manusia kaum buruh di atas bumi kita dengan menggelarkan masalah apa yang sedang bergolak padanya dan apa yang diperjuangkannya serta harapan-harapan yang pasti.
Di dalam filmnya yang menjadi pusat ialah Kongres ke III Federasi Serikat-Serikat Buruh Sedunia. Kesinilah semuanya berkumpul dan dari sinilah berpancaran jari-jari laku di dalam film itu. Kongres itu di dalam lingkungan dan waktu di dunia ini adalah sesuatu taraf yang mengilhami perkembangan zaman. Dan ilham itu ialah apa yang dikandung di dalam perjuangan kaum buruh.
Maka pelaku pokok pada “Nyanyi dari Sungai-Sungai ini, ialah kaum buruh”. Memang kaum buruh pada Joris Ivens selalu menjadi pelaku pokoknya, begitulah di dalam “In the Borinage” nya, di dalam “Indonesia Memanggil” nya, dan film-filmnya yang lain. Juga ia selalu berusaha mengupas kejahatan-kejahatan kolonialisme, sehingga di dalam derita yang bagaimana pun manusia itu hidup, dapat terlihat, dan dengan begitu, dengan alat yang ada di dalam tangannya, ialah film, ia membantu perjuangan manusia yang menderita ini.
Tetapi di dalam “Nyanyi dari Sungai-Sungai” nya, bagaimana pun juga menjadi pelaku pokoknya ialah kaum buruh sebagai massa buruh meliputi gambar-gambar hampir seluruh filmnya, tetapi tidak urung kelihatan dengan nyata peranan-peranan yang dijalankan oleh individu-individu yang benar-benar individu, pekerja-pekerja yang sungguh-sungguh yang kelihatan berjuang di antara massa itu. Dan individu ini bergerak sebelum dan sesudah kongres, pusat dari film itu.
Pemberian corak dari kaum buruh dan perjuangannya beserta mewarnai pejuang-pejuang itu sehingga terbangun wataknya menghasilkan sesuatu yang sangat kuat terasa pada kita, yang tidak dapat disebut bahwa ia lahir dari usaha mencari efek, ke dalam mana hasil-hasil seni realisme kerap tergelincir. Tetapi, Nyanyi dari Sungai-Sungai Joris Ivens ini dengan kekuatan kejujurannya yang begitu sederhana menggali realiteit itu dari segala macam sudutnya dan ia berhasil membuka perspektif seluas-luasnya, tetapi pun banyak kepelikannya.
Ia dapat terhindar dari kegagalan kebanyakan seni realisme dan selalu ia sanggup memelihara keseimbangan watak perseorangannya dengan jiwa dari apa yang bergolak. Selalu watak perseorangan ini mewakili masalah dan jiwa umum dari massa yang menderita, berjuang dan mempunyai harapan di dalam dunia yang lebih baik esok hari.
Hubungan ini dan perjuangan ini diperkeras dan dipererat dengan mempergunakan tema sungai-sungai Nil, Gangga, Volga, Mississippi, Amazon. Sedangkan buruh-buruh bekerja di tepi-tepi dan di sungai itu. Dan buruh menderita, berjuang dan harapan kemenangan mereka lahir dan tumbuh bersama.
Dari tiap-tiap sungai semacam itu lagu keyakinan, bermacam-macam, tetapi pada dasarnya satu dan Shostakovich yang memberi musik pada film ini menampungnya ke dalam musiknya, ke dalam nyanyi kaum buruh dan mengalirkannya bersama tema yang begitu kuat mengkhayalkan keyakinan tak mungkin tertahan: sungai dari kelas buruh yang bersatu yang mengalir merambah jalannya ke hari esok yang baik.