Sumber: Mimbar Indonesia, No. 44-45, Tahun II, 3 November 1948, hlm. 18 & 21.
Dasar Bagi Pengarang
Seorang peminat sastra menanyakan apakah yang harus dibacanya untuk memajukan diri dalam kesusastraan.
Untuk bentuk tentulah dia harus membaca dan memperhatikan contoh-contoh hasil-hasil kesusastraan yang telah maju, baik sajak-sajak maupun cerita-cerita pendek dan roman-roman, tergantung kepada kesukaannya. Jika hendak maju dalam persajakan tentulah harus banyak membaca sajak-sajak yang baik, jika mau jadi spesialis penulis cerita pendek harus banyak membaca cerita-cerita pendek, demikian pula harus banyak membaca roman jika sendiri mau maju dalam sastra roman. Dalam hal ini terutama harus diperhatikan tehnik mengarang syair dan cerita yang bisa pula diperdapat dengan banyak membaca penyelidikan-penyelidikan dan pemandangan-pemandangan kesusastraan di dalam majalah-majalah kesusastraan. Sebaiknya diambil buku-buku yang termasyhur dalam kesusastraan dunia dan jangan mengambil buku asal buku saja yang mungkin harga sastranya tidak ada. Tidak semua buku tebal dan sajak-sajak yang panjang bersifat kesusastraan. Untuk mencari buku yang ada harga sastranya carilah dalam buku-buku sejarah kesusastraan. Orang yang sudah membaca buku penyair Yunani Homeros; Iliad atau Odysseus, ataupun Mahabharata dan Ramayana, ataupun syair-syair Dante; Divina Commedia, Schiller dan Goethe, dengan sendirinya akan merasakan betapa banyak dahulu dia harus mempelajari tehnik persajakan untuk mencapai kesempurnaan bentuk.
Tapi kesempurnaan bentuk ini pun rapat bertalian dengan isi. Isi yang besar sudah tentu menghasilkan pula bentuk yang besar. Dalam keadaan yang sebaliknya belum tentu bentuk yang besar berarti pula isi yang besar. Bagaimanakah supaya isi besar? Ialah dengan banyak belajar juga. Bacalah buku-buku pengetahuan dan filsafat, carilah pengalaman sebanyak-banyaknya, cernakan apa yang dibaca dan apa yang dialami sehingga jadi sebagian dari jiwa sendiri, dan keluar sebagai keyakinan dan visi, pandangan, sendiri dalam ciptaan.
Jika tidak luas pengetahuannya, dalam karangan Homeros tidak akan terlukis kebudayaan Yunani, tanggapan-tanggapan kepercayaan dan dewa-dewanya, sejarah dan adat istiadatnya, demikian pula tidak akan terlukis tanggapan dunia Zaman Pertengahan di Eropa dalam Divina Commedia sekiranya Dante tidak mendalami agama dan filsafat zamannya, Schiller dan Goethe ialah ahli filsafat juga, Dostoyevsky jadi sumber yang kaya bagi penyelidikan ahli-ahli filsafat dan ilmu jiwa serta ahli-ahli kemasyarakatan, Ilya Ehrenburg bukan jurnalis biasa maka bisa melukiskan pembangunan Rusia Baru dalam bukunya: Hari Penciptaan Kedua, Malraux dengan tidak lebih dulu mempunyai pengetahuan tentang politik dan membaca sebanyak-banyaknya tentang Tiongkok serta hidup dan ikut berjuang di negeri itu, tidak akan bisa menulis Kekurangan Manusia (La Condition Humaine) yang cuma bisa dimengerti sepenuhnya dengan pengertian tentang perhubungan dan perjuangan politik di Tiongkok.
Ini semua hanya untuk menunjukkan betapa luas harusnya pengarang dan penyair mesti mencari ilmu dan pengalaman untuk memberikan hasil yang matang.
Jika ilham saja yang ditunggu dengan tidak banyak berusaha, maka biasanya yang keluar hanya getaran perasaan yang dangkal, seperti kerut-kerut air di danau tenang ditiup angin.
Betapa pun besarnya kecakapan seniman alam dengan tiada usaha ia akan tetap memberikan hasil yang kurus. Jeni-jeni seniman baik dalam hal musik, maupun dalam hal seni lukis, seni sastra ataupun seni patung ialah orang-orang yang seluruh hidupnya terus menerus berusaha, hidup bangun dengan seninya.
Di belakang tiap ciptaan hendaknya ada perpustakaan, museum, kehidupan luas, baik ciptaan itu hanya berupa sajak 4 baris, maupun suatu epos berbuku-buku ataupun roman berjilid-jilid dan harus pula ada pencernaan yang dibaca dan dialami, sebab banyak orang yang berjalan saja lalu pada isi buku-buku dan pengalaman dengan tidak meresapinya dalam-dalam, apalagi akan menciptakannya kembali sebagai pernyataan jiwa yang berwatak sendiri. Pendalaman dan pengulasan serupa ini bukan hanya di kesusastraan diperlukan, tapi pun bagi tiap-tiap orang yang mau maju dalam segala lapangan, harus selain mendalami lapangannya sendiri jangan buta dalam lapangan yang lain. Filsafat ialah yang menghubungkan semua itu.
Penghidupan yang luas maksudnya bukan hanya apa yang bisa didapat di dunia gelap seperti banyak anak-anak muda mau mengartikannya, penghidupan yang kelihatan di mata kekasih, atau perempuan jalang yang banyak memberikan variasi kenikmatan badani. Itu hanya sebagian kecil dari penghidupan yang luas. Penghidupan yang luas ialah penghidupan seseorang, ditambah penghidupan sekeluarga, ditambah penghidupan di masyarakat, ditambah penghidupan di alam, ialah penghidupan yang kelihatan, ditambah pula penghidupan di alam pikiran dan di alam perasaan sebagai mahluk manusia yang menjadi pusat kesadaran.
Bagi seniman yang sesungguhnya segala yang ada dalam kesadarannya terolah jadi seni yang bisa didengar (seni suara), bisa dilihat dan diraba (seni lukis dan seni pahat, dengan satu nama disebut seni rupa) dan bisa dibaca dan dinikmati (seni sastra). Bagi seniman disamping bentuk, tidak kurang pentingnya isi, dan untuk mencapai kesempurnaan isi tidak cukup hanya duduk-duduk menanti ilham yang barangkali akan dibisikkan oleh angin lalu, gunung, dan awan berarak.
Hendaklah orang berani bikin eksperimen-eksperimen, percobaan-percobaan dengan kehidupan. Artinya segala rahasia hidup dicari, baik yang senangnya, maupun yang sukarnya, yang biasa-biasa maupun yang luar biasa dan tidak menurut sesuatu ukuran kesusilaan pun. Dengan selalu berjalan di atas garis pikiran yang lama, tidak akan pernah orang mendapatkan yang baru-baru. Seorang kiai yang cuma tahu memberi nasihat-nasihat menurut ayat-ayat yang dihapalnya, berbicara hanya atas pengetahuan dan bukan atas pengalaman. Pengetahuan yang berdasarkan pengalaman, ialah pengetahuan yang berisi.
Dostoyevsky, pengarang Rusia yang terbesar, yang pernah dibuang ke Siberia, berkenalan dari dekat dengan orang-orang hukuman yang dianggap penjahat, tapi Dostoyevsky mendapati dalam mereka sifat-sifat keilahian, dan pandangannya terhadap mereka bukanlah pandangan seorang hakim yang menuntut dan menghukum, tapi pandangan seorang nabi yang mengerti dan mengampuni. Manusia-manusia Dostoyevsky menurut istilah Berdyaev, ahli filsafat Rusia yang besar pula di abad XX, ialah manusia ilahi, persatuan kejahatan dan kebaikan yang cuma bisa dimengerti dengan hati yang kasih.
Demikianlah pengarang dan penyair apabila mau mengenal manusia yang sebenar-benarnya, harus membikin eksperimen-eksperimen dengan dirinya sendiri dan kehidupan di sekitarnya. Hanya dengan begitu akan tercapai kematangan jiwanya sendiri dan dengan jalan itu hasil-hasil ciptaannya.
Angkatan Pujangga Baru dan sebelumnya kurang mengenal penghidupan dari pengalaman pada badani dan rohani. Pandangan hidup mereka berdasar atas teori-teori dan anggapan-anggapan yang telah disediakan lebih dulu oleh orang-orang keramat. Sebab itu hasil-hasil mereka seperti buah lagi mentah. Diukur dengan jiwa yang telah matang apalagi dengan pengetahuan yang telah menjelajah segala rahasia hidup, serba lemah dan menggelikan. Hikmah yang akhirnya didapat dengan jalan pengalaman lebih berharga dari ajaran yang didapat dari agama dan buku-buku kesusilaan, sebab dan meskipun segalanya itu pun sumbernya ialah kehidupan yang luas juga.
Tentang pengalaman kalau kita selidiki sejarah hidup pengarang-pengarang dan penyair-penyair besar, kenyataan bahwa mereka banyak pula berlayar melihat negeri-negeri yang lain, memperhatikan dan memperbandingkan kebudayaan-kebudayaan berbagai negeri untuk diukurkan pada negeri dan ciptaannya sendiri.
Sangat sayang bahwa banyak penyair-penyair dan pengarang-pengarang kita sesudah menulis beberapa kali lalu berhenti menambah ilmu sehingga di dalam tulisannya tidak nampak kemajuan malah mungkin kemunduran sesudah beberapa tahun, dan ada pula yang sama sekali tidak menulis lagi menyenangi sajaknya tiga buah atau cerita pendeknya yang dimuat dalam sesuatu majalah.
Jika demikian kapan kita akan menulis suatu epos perjuangan bangsa di abad XX ataupun roman yang akan menyimpan kenang-kenangan kepada perjuangan revolusi kita bagi angkatan-angkatan yang akan datang?