AKADEMI SANDIWARA

Sumber: Mimbar Indonesia, No. 17, Tahun II, 24 April 1948, hlm 26.

Pada permulaan pembentukan kabinet Amir, Menteri Pengajaran, Pendidikan dan Kebudayaan berganti-ganti telah menerima para seniman dari berbagai lapangan kesenian. Dalam pertemuan dengan kaum sandiwara, beliau telah mengumumkan tentang maksud beliau untuk membangunkan suatu akademi kesenian selekas-lekasnya, termasuk dalamnya suatu akademi buat drama dan tonil. Geste beliau untuk mengundang kaum seniman untuk merundingkan berbagai masalah yang mengenai diri mereka serta kesenian pada umumnya ini, seolah-olah akan membuka suatu kerjasama antara pemerintah dan mereka yang sudah begitu lama menunggu-nunggu. Pada waktu itu beliau juga berjanji akan membuka kembali Gedung Pertunjukan (Schouwburg) Jogja yang hingga sekarang masih dipakai sebagai kantor salah satu jawatan. Tetapi karena beliau juga merangkap wakil-ketua delegasi Indonesia yang kemudian memakan tempo beliau seluruhnya, rencana yang dibayangkan beliau pada permulaan menjabat pangkat Menteri, kabur kembali dan lama kelamaan hilang tak tentu rimbanya. Demikianlah salah satu rencana yang dibuat dengan penuh antusiasme telah menemui ajal sebelum dia dapat diwujudkan, seperti banyak rencana lain yang dibikin dari belakang meja tulis kementerian-kementerian.

Semua ini tidaklah berarti, bahwa kita yang bangun dan tidur dengan cita-cita menegakkan kesandiwaraan baru di Indonesia ini, telah melepaskan pegangan tersebut. Bagi kita jalan satu-satunya untuk keluar dari stambulisme dan dilentatisme sekarang ini hanyalah pembangunan suatu akademi, suatu sekolah sandiwara atau apa pun saja namanya. Yang penting ialah bahwa dapat diletakkan dasar-dasar yang cukup kuat untuk menegakkan bangunan kesenian yang lengkap, supaya kita juga selekas mungkin dapat mencari perhubungan dengan organisasi sandiwara internasional dari UNESCO yang akan berkongres di Prague pada bulan September tahun ini. Dengan demikian, kita mendapat saluran keluar dari isolasi kita serta dapatlah kita meresapkan hawa kesenian sandiwara yang segar untuk memecah bekuan-bekuan dalam pembuluh-pembuluh darah kesandiwaraan di Tanah Air kita ini. Tentu saja, penerimaan masyarakat terhadap usaha seperti ini tidak semua akan riang-gembira. Paham-paham yang kolot tentang sandiwara selama ini memang tidak dibantu menghilangkannya oleh kaum sandiwara sendiri. Dan mungkin orang belum sanggup membayangkan sesuatu keadaan yang lain sama sekali dari apa yang dilihatnya hingga sekarang ini. Kesulitan-kesulitan psikologis ini, tidak saja akan terjumpa dalam menghadapi masyarakat umum, tetapi juga mungkin akan ternyata nanti dalam mencari bantuan moril dan materil baik pada pemerintah maupun pada pihak lain. Karena meskipun bagaimana, tidak semua orang akan dapat melihat suatu kesungguh-sungguhan (ernst) dalam hal-hal kesandiwaraan ini. Kebanyakan kita masih menganggap gedung sandiwara itu hanyalah tempat menghibur diri atau berfoya-foya semata-mata. Kesulitan lain akan timbul nanti dalam menarik perhatian pelajar terhadap akademi itu. Dan tidak akan banyak orang yang ingin anaknya, saudara atau keponakannya jadi “anak wayang”. Meskipun demikian, penerimaan pelajar-pelajar mestilah dibatasi pada mereka yang sudah mendapat dasar Pendidikan sekolah menengah, supaya dapat mengikuti rencana pelajaran teoretis dan praktis dengan seksama. Dan di atas segalanya, kesulitan mencari uang, tempat dan lain-lain masih tetap merupakan obstakel yang terbesar. Disamping itu tentu ada juga kesulitan-kesulitan yang lain yang mungkin akan ditimbulkan oleh kaum yang masih kuat berpegang kepada kesenian leluhur secara dogmatis atau oleh kaum fanatikus agama. Tetapi seperti kita katakan tadi, kita tidak akan dapat menggembirakan semua orang dengan rencana ini.

Hingga sekarang, belum ada satu orang Indonesia pun yang keluaran suatu akademi sandiwara antara kita dan sepanjang pengetahuan kita, belum pula ada seorangpun yang dengan sengaja pergi merantau untuk memperdalam pengetahuannya tentang kesenian ini. Kita memang punya beberapa orang yang telah mempunyai pengalaman bertahun-tahun di atas panggung dan ada pula beberapa orang yang sangat menaruh minat pada kesenian drama dan tonil, tetapi sudahkah orang-orang ini cukup cakap untuk menjadi guru atau dosen pada suatu akademi? Juga dalam hal ini, pada pendapat kita, buat sementara haruslah kita berkayuh dengan dayung yang ada saja. Dan sementara itu dapat juga kita mengirim beberapa pelajar keluar negeri dan mendatangkan beberapa guru dari luar guna mencukupi kebutuhan pertama-tama. Tetapi, jika dapat disusun suatu rencana pelajaran yang berdasarkan diferensiasi dan spesialisasi yang agak luas, hingga bisa didapatkan guru-guru yang hanya diperlukan buat vak terbatas saja hingga mereka juga bisa mempersiapkan diri secara intensif, mungkin kesukaran dosen itu dapat diatasi juga. Memang, seorang profesor tentang sandiwara umum kita tidak punya, tetapi kita punya historikus-historikus yang bisa memberi pelajaran sejarah drama dan tonil dan kita punya ahli-ahli kesusastraan yang bisa mengajarkan dasar-dasar literatur drama. Disamping itu kita masih punya spesialis-spesialis gerak-badan, tari-menari, dan lain-lain.

Suatu rencana pelajaran tiga tahun buat permulaan kiranya cukup lama guna pendidikan corps artis yang akan memulai tradisi baru. Dalam rencana ini harus sudah termasuk pelajaran-pelajaran teori dan praktik dalam dramaturgi. Dalam tahun pelajaran pertama mestilah dipentingkan, latihan menguasai seluruh tubuh dan suara, disamping itu sudah dapat dimulai dengan memberikan sejarah kesusastraan drama serta pertumbuhan tonil secara kronologis. Pelajaran teori mesti juga dilakukan dengan intensif, supaya pelajar mendapat keyakinan yang kuat tentang vak yang dipilihnya. Tetapi harus juga dipentingkan ketumbuhan-ketumbuhan (verschijnselen) dalam sejarah yang rapat hubungannya dengan penghidupan pelajar pada kemudian hari dan supaya secara istimewa dibawa ke bawah perhatiannya sebagai bahan perbandingan. Dalam latihan tubuh termasuk pelajaran menari (timur dan barat), pencak dan main anggar serta gerak badan lainnya yang terutama harus ditujukan, supaya si pelajar dapat menguasai tiap bagian dari tubuhnya. Semua ini dinamakan orang “mekanik bermain”, yaitu kecakapan untuk berlaku di atas panggung dalam berjalan, dalam mempergunakan tangan dan mata, dalam gaya dan dalam melakukan gerak apapun dengan bagian tubuh dari ujung kaki sampai ujung rambut. Tiap-tiap bagian tubuh haruslah dipersiapkan untuk menguasai teknik berlaku.

Bersamaan dengan itu si pelajar mestilah dibiasakan kepada konsentrasi perhatian dan pikiran kepada rol-rol kecil dari fragmen lakon-lakon yang ringan, supaya perlahan-lahan dapat dia mencari perimbangan sendiri antara mekanik-gerak-luar (psysisch) dan mekanik-gerak-dalam (psychisch).

Pelajaran praktik yang tak kurang pentingnya ialah latihan suara serta membawakan sesuatu (voordrachtskunst). Untuk memasukkan latihan bernyanyi dalam rencana ini adalah jalan yang paling baik untuk mendapatkan dictie yang sebenarnya. Dan perlulah pula diajarkan dasar-dasar pelajaran musik dan nyanyi secara teoretis.

Mungkin pula, pada tahun penghabisan diadakan spesialisasi bagi mereka yang lebih menaruh perhatian kepada bagian Teknik dari kesandiwaraan. Meskipun di Eropa diadakan orang misalnya suatu akademi dekor dan dekor arsitektur yang istimewa bagi kita buat sementara cukuplah kalau diadakan pada tahun terakhir suatu kelas istimewa saja, dimana juga diajarkan cara-cara merias (grimeerkunst), membikin pakaian dan pengetahuan Menyusun (stijlkunde). Dalam pada itu pada pelajar mestilah tetap dipelihara kekuatan perasaan (emosi) serta kekuatan bayangan-cita (imajinasi) dengan berbagai-bagai latihan.

Dan selaras dengan tingkatan-tingkatan kelas masing-masing dapatlah dibicarakan lakon-lakon yang khusus dan dapat diadakan bersama-sama latihan membawakan lakon tersebut, sesudah lakon itu dipelajari dengan sungguh-sungguh analitis dan psikologis. Dengan berwaktu-waktu mengadakan pertunjukan umum, tidak saja pelajar-pelajar dibiasakan kepada panggung dan penonton, tetapi juga penonton dapat dibiasakan kepada cara-cara dan lakon-lakon baru yang hingga sekarang belum pernah dilihatnya. Sesudah memberikan sekedar pemandangan tentang kemungkinan pembukaan suatu akademi sandiwara ini, dapatlah diharapkan dari khalayak ramai akan lebih menaruh perhatian terhadap soal ini serta membantu usaha besar ini moril dan materiel, jika saatnya sudah tiba. Mudah-mudahan.