DISEKITAR ARANSEMEN DAN ORKESTRASI INDONESIA

Sumber: Siasat, No. 283, Tahun 1952, 12 Oktober 1952, hlm. 21.

Di Indonesia sekarang ini orang sudah mengenal kata-kata aransemen dan orkestrasi, masing-masing dari kata-kata asing arrangeren, arrangement, dan orkestreren, orkestratie, orkestration. Yang mula-mula memulai pekerjaan ini di Indonesia kalau kami tak salah adalah Jos Cleber, ketika di zaman Belanda, yang kemudian diteruskannya beberapa waktu lamanya di waktu tercapainya kemerdekaan.

Kini Jos Cleber tersebut telah dapat penganut-penganutnya pada orang-orang yang mula-mula mempunyai atau bekerja pada band-band keroncong seperti Saiful Bahri dan Iskandar. Dan pada waktu ini dimana-mana di Indonesia sudah banyak yang turut-turut dalam pekerjaan ini dan menyebut dirinya arrangeur-arrangeur. Dalam hal ini tiap stasiun RRI yang menjadi pusat “kerja seni” ini dan yang menjadi pusat penyebarannya. Bahwa hal ini telah bergerak ke jurusan yang tak semestinya dan menimbulkan pengaruh yang tak sehat dalam hidup musik kita, kita akan bentangkan nanti.

Arti daripada mengaransir atau membuat suatu aransemen ialah mengerjakan atau menyadur suatu ciptaan piano untuk orkes atau sebaliknya, jadi mengerjakan dari yang orisinil. Kemudian suatu kerjaan (hamonisari) atas suatu melodi rakyat untuk orkes disebut juga suatu aransemen. Aransemen-aransemen sudah sejak zaman Bach dan Händel dilakukan, terkenal bahwa komponis-komponis besar ini membikin aransemen-aransemen atas ciptaan-ciptaan mereka sendiri. Dalam arti klasik ini aransemen itu adalah hasil pekerjaan yang berat dan termasuk kerja seni.

Di Amerika pada abad ke-20 ini —dimana orang bisa mencontoh dan meniru segala-galanya— mengaransir itu terutama mendapat tempat yang besar dalam musik ringan dan musik amusemen mereka. Lambat laun artinya oleh pengaruh musisi amusemen tinggal menemukan warna orkestral yang bagus semata-mata, tinggal kolorit orkes yang sering menjadi latar atau background dan penghias suatu nyanyian seperti pada orkes Stan Kenton, pada penyanyi-penyanyi Frank Sinatra, Doris Day, dan lain-lain.

Pengertian aransemen yang pada mulanya adalah sebagian daripada sumber inspiratif, sumber ilham ciptaan, yang tak boleh lepas dari intensi-intensi komponis atau ciptaan asli, di Amerika telah jauh dari hal-hal tersebut dan bergerak pada perasaan dan pikiran yang oppervlakkig. Dengan sendirinya cara ini menghasilkan banyak arrangeur-arrangeur.

Arti orkestrasi atau instrumentasi (kata pertama lebih banyak dipakai daripada yang kedua) adalah mengadakan dari pelbagai macam warna suara (timbre) alat-alat musik suatu keseluruhan bunyi yang sesuai dan bagus didengar. Dalam beberapa hal ada persamaannya dengan aransemen.

Mengadakan suatu orkestrasi juga tak mudah, kalau pada aransemen sumber ilham dari komponis asli tak boleh ditinggalkan oleh arrangeurnya, bagi seorang orkestrator pengetahuan yang luas tentang teknik dan segala kemungkinan yang ada pada alat-alat musik yang terutama. Orang paling sedikit pernah menjadi anggota orkes besar, walaupun hanya sebagai paukenis saja. Sebab ia harus mengetahui akan perbandingan suara dalam suatu-suatu orkes dan sebagainya.

Dalam mencipta untuk suatu orkes atau membuat aransemen pada ciptaan piano untuk orkes banyak cara-cara yang dipakai. Banyak gaya dan bentuk musik seperti secara homofonis dan polifonis, mengerjakan melodi secara fugatis, kanonis, membagi tema pada beberapa instrumen, penggunaan pelbagai macam irama, metrik, dan sebagainya.

Kejujuran dalam mencipta, dalam mengaransir serta kemampuan dalam pelbagai macam orkestrasi, dalam pelbagai cara mencipta inilah yang bisa menimbulkan suatu ciptaan yang besar dan indah, baik bentuk maupun isi. Seorang pencipta musik besar yang ulung dalam segala lapangan ini adalah Beethoven. Ciptaan maupun aransemen orkesnya tidak hanya dalam-dalam isinya tapi pula transparan atau terang dalam orkestrasinya.

Sengaja kita mengemukakan tokoh besar musik ini dan menyeburkan pelbagai cara yang lazim dipakai dalam dunia mencipta yang sudah sejak beberapa abad yang lalu dikenal, supaya menjadikan ukuran pada kita, sudah dimana dan bagaimana keadaan kita dalam dunia komponistik. Ini tak lain daripada akibat yang logis daripada musik dan bentuk musik keroncong. Kalau ada perumusan bahwa keroncong itu sudah typis Indonesia, mengapa kelangsungan daripadanya hendak ditolak dan dicap Barat? Mengapa pula ditolak sebagai jalan langsung dari lagu-lagu Ibu Sud dan Cornel Simanjuntak? Apa lagi jika satu ciptaan besar Indonesia keluar dari jiwa orang Indonesia sendiri, dan bukan seperti pada aransemen-aransemen OSD Jakarta yang tak murni sumber inspirasinya dan juga telah terhenti dalam ketakmampuan, walaupun kemauan bisa sebesar-besarnya pada pencipta-penciptanya? Sebetulnya pada mereka pun ada kemungkinan dan kemusikalan yang cukup, asalkan cukup bimbingan dan terang jalan bagi mereka.

Bagaimana sekarang kita di Indonesia dengan aransemen dan orkestrasi? Kita tidak mengharapkan dan menghendaki yang tak bukan-bukan dari musisi kita. Kita hanya mengemukakan hasil pekerjaan mereka dan nilainya dilihat dari sudut seni. Kalau di Amerika masih ada gaya atau stijl dalam musik-musik amusemen mereka, masih ada keseluruhan watak, ada kesatuan antara seluruh aransemen, instrumental, dan vokal (suara), maka pada Iskandar, Saiful Bahri, hal-hal itu tak atau belum ada. Kalau instrumentalnya mengarah-arah ke seriosa, maka bagian suaranya masih dalam stijl “ringan” seperti kapas, isi lagu masih dalam jiwa keroncong, sehingga kita bisa merasa sayang bahwa kapasiteit yang ada pada musisi ini hanya terbuang-buang pada bentuk musik yang nilainya tak meninggi-ninggi juga. Adapun ukuran baik buruknya suatu musik tidak tergantung pada smaak atau citarasa orang banyak. Nilainya hanya bisa dimengerti dan diselami oleh yang mempelajari musik itu dengan sebaik-baiknya. Juga ini bukan soal termasuknya musik OSD pada musik rakyat atau tidak. Malah apa yang disebut musik rakyat itu adalah suatu hasil pekerjaan yang jujur isi dan spontan dalam ucapannya, seperti pada lagu-lagu Sangihe yang pernah dipertunjukkan pada Hari Radio yang lalu.

Di Indonesia aransemen-aransemen kita sudah meleset, baik ini kita katakan terus terang. Ini lebih baik daripada saling mengelus dan membiarkan kita pada hal-hal yang sudah waktunya kita harus ketahui. Kalau di Amerika sumber inspiratif itu telah jauh, maka di Indonesia hal itu makin lebih jauh lagi. Ini yang menggelisahkan hati kita, dimana orang mengabaikan sumber-sumber inspiratif. Sumber inspiratif itu adalah salah satu penentuan watak, lebih penting ini daripada menyoalkan “timur dan barat” zonder meer. Kalau orang Indonesia mau menemukan dan memperlihatkan wataknya, juga dalam musik, maka soal “barat dan timur” bisa terpecahkan dengan sendirinya.

Aransemen-aransemen kita masih merupakan gumpalan-gumpalan bunyi atau pada seni lukis baru “kloddertekeningen”, gumpalan-gumpalan bunyi yang belum ada fungsi dan saling hubungannya, kecuali hanya hendak mengelus telinga. Ditambah pula oleh bunyi-bunyi yang tak transparan malah saling menekan. Dan paling menyulitkan pada musisi ini ialah ketidakmampuan pula dalam dunia cipta-mencipta, seni komposisi, bentuk-bentuk dan pelbagai gaya atau stijl yang agak maju. Sehingga cara-caranya tak banyak, itu-itu saja dan bagaimana pula? Pada OSD cara main orkes masih berlaku sektiegewijs, seksi demi seksi. Sesudah berbunyi biola datanglah saxofoon atau trombon dan begitu seterusnya. Itu sebabnya orkes OSD ini tak banyak bedanya dengan orkes aransemen kecil manapun. Pada OSD hanya orang-orangnya yang makin lama makin banyak dan ditambah. Tapi schrijfwijzenja seperti dalam istilah musik-tetap sama dan tak berubah.

Suatu hal yang lucu —sebenarnya harus menyedihkan kita semua— ialah anggapan bahwa ciptaan telah menjadi besar kalau ia dimainkan oleh orkes yang banyak pemainnya. Akibatnya ialah orkes makin lama makin banyak pemainnya, tapi besarnya tidak dalam isi tapi bagian luarnya saja. Padahal pada hakekatnya besar kecilnya suatu komposisi tidak ditentukan oleh besar kecilnya suatu orkes. Dan tak semua komponis bisa menulis untuk orkes besar, artinya ciptaan yang betul-betul bernilai. Seorang yang besar dalam ciptaan piano belum tentu bisa besar dalam ciptaan untuk orkes besar dan sebaliknya. Tapi memang pada orkes besar banyak kemungkinan untuk mengerjakan musik. Tapi seperti telah dikatakan untuk itu seseorang harus mahir dalam segala seluk beluk musik. Bukan pekerjaan orang-orang yang baru mengenal teori permulaan musik dan sebagainya.

Kalau kita hendak mencapai tingkat seni musik yang bermutu maka kita harus menyampingkan pengertian-pengertian yang murah tentang aransemen dan orkestrasi yang terdapat pada musik-musik amusemen Amerika dan kembali pada artinya yang sebenarnya.