ASLI NASIONAL DAN MUSIK BARAT

Sumber: Indonesia, No. 3, Tahun V, Maret 1954, hlm. 108-110.

Di dalam harian “Merdeka” 2 Maret 1954 termuat tajuk rencana “RRI dan siarannja” yang berisi kupasan juga mengenai soal-soal musik. Untuk pertama kali dalam jurnalistik Indonesia kita dapat mengalami masalah musik ditinjau dengan sangat serius, justru termuat sebagai tajuk rencana. Ditinjau secara serius masalah musik dalam meninjau isi dan presentasi siaran RRI.

Tajuk rencana itu isi dan susunannya sedemikianlah kokoh hingga tiada perlu rasanya lebih banyak keterangan apa-apa lagi. Cuma selain kita gembira menyambut tajuk rencana mengenai musik ini, kita ingin juga menekankan beberapa usnur dari persoalan musik kita, agar di hari depan tercapai persoalannya lebih terang dan jelas.

Dikemukakan keharusan pada bangsa Indonesia mengembalikan pribadi yang asli dan untuk itu keharusan “menggali” kembali buah kesenian daerah-daerah. Ilustrasi dikemukakan secara “Spiegels van Indonesia” dalam siaran untuk bangsa Belanda. Dan siaran ini menarik minat banyak orang-orang pendengar bangsa Indonesia, hingga dengan cara begini banyak orang Indonesia menemukan banyak ke”asli”-an Indonesiannya sendiri. Isi dan presentasi siaran itu mengakibatkan manusia Indonesia menemukan dirinya kembali.

Dalam taraf komponistik, maupun musikologi dan etnomusikologi dunia dewasa ini, hal serupa ini sudah bukan apa-apa yang istimewa lagi. Malahan serratus tahun seni dan ilmu pengetahuan musik belakangan ini, hal serupa itu sudah umum. Sudah diketahui umum, bahwa musik rakyat dari berbagai bangsa (natie) dan jenis bangsa (ras) sedikit banyak saling berbeda dalam banyak cara yang subtil, hingga didapat kesimpulan itu adalah pengucapan ekspresi alam rasa masing-masing yang saling berbeda-beda. Saling berlainan cara mengungkapkan alam rasa nasional atau rasial.

Perbedaan cara ini terkandung pula dalam ciptaan-ciptaan para komponisnya, jika mereka ini tiada menindas karakteristik rasial dan nasional justru mereka terlibat dalam konvensi-konvensi kompolitis! Lagi rapat pula hubungannya dengan kenyataan betapakah oridijnalitet si komponis, sebab lazim diketahui, bahwa… komponis yang paling bercorak oridjinel, ia pulalah yang paling nasional: “THE GREATEST GENIUS IS THE MOST INDEBTED MAN”… Ini tiada lain karena ia instinktif memelihara kebebasan yang leluasa pada alam rasa dalam dirinya, dan ini kebanyakan yang rasial dan nasional.

Pengungkapan sadar dari rasa nasional dan adoptasi yang luas untuk tujuan itu dari lagu-lagu, idiom keiramaan musik rakyat, lagu-lagu, maupun tarian rakyat, sudah terdapat di masa kira-kira 1850 di benua Eropa, tatkala para komponis di bagian Utara Eropa, bekas didikan Konservatorio Leipzig, melaksanakan hak pribadinya mengungkapkan temperamen kebangsaannya, isi kalbu dan alam rasa sanubari negeri bangsa mereka sendiri.

Gerakan Nasional (folkloristis) yang di masa itu maju pesat dengan arus rasa nasional dalam arti politik di Eropa waktu itu, berpaham, bahwa suatu keharusan orang dekat pada sumber-sumber kehidupan asli. Serentak diserukan “TANAH AIRKU” berbarengan dengan motif “KEMBALI KE PEDUSUNAN”. Di kalangan pencipta musik suburlah kultus lagu-lagu rakyat. Ini mendorong mereka aktif dalam koleksi dan penyelidikan melodi-melodi nasional. Haydn mempunyai orientasi pada daerah Kroasia. Dalam banyak simfoni, sonata, kwartet Beethoven terlibat macam-macam lagu rakyat dari berbagai daerah. Aliran Nasional terang-terangan mempergunakan tema dan idiom lagu-lagu rakyat. Mazhab Bohemia (Smetana dan Dworz-yaak), mazhab Spanyol (Albeniz, Granados, de Falia, Turina, dan lain-lain), mazhab Inggris (Stanford, Vaugham Williams, Grainger, dan lain-lain), mazhab Rusia (Borodin, Balakiref, Rimsky) berdasar pada studi idiom rakyat daerah. Mazhab Hungaria (Liszt, Bartok, Kodaly) mendapat penetapan diri sendiri kembali, setelah begitu lama kebangsaan mereka tertindas oleh bermacam-macam dominasi. Di Amerika kini dengan cara sistematis dan serius oleh instansi pemerintah dikumpulkan semua melodi-melodi Indian Amerika, yang masih dapat diketemukan, koleksi sejak usaha Frances Densmore. Musik Negro oleh musikolog Krehbiel, para profesor Odum, Johnston dan lain-lain.

Teranglah sudah, bahwa pendapat umum sudah self-evident, bahwa sari pokok dari semua musik letaknya pada musik rakyat: folk music. Tapi taraf pengertian ini sudah pada tingkatan profesional, taraf academically trained composers! Dengan tegas diketahui dimana musikologi, maupun etnologi dan dimana komponistik. Differensiasi ini sudah terang dan tidak lagi kabur atau samar-samar. Telah tegas differensiasi yang mana musik kota, yang mana musik pedusunan. Dengan sadar orang-orang bercermin pada “roerloos verleden”… sadar!

Ini semua dapat berhasil baik dengan tak satu kontroverse karena ini tidak dalam tangan bermacam-macam dilettant. Siapa itu?

Dilettant heist der kuriose Mann
Der findet sein Vergnügen dran
Etwas zu machen was er nicht kann!

Dengan latihan keilmuan yang ada mengenai semua aspek musik dewasa ini, maka tercapai satu technical elasticity. Seseorang lalu dapat menguasai materi yang dihadapinya. Tidak sebaliknya, ia tenggelam dalam materi yang ia tidak mengerti.

Lagi pula, hanyalah bangsa yang sanggup mengerti kesenian bangsa lain akan sanggup menghargai kesenian bangsanya sendiri. Untuk tegasnya, bangsa yang tidak sanggup mengerti dan menghargai musik Barat, takkan menghargai keseniannya sendiri! Takkan sanggup menghargai kesenian yang ada terdapat di Indonesia. Takkan sanggup menghargai kesenian!

Gejala yang dikemukakan oleh tajuk harian “Merdeka” dengan “Spiegels van Indonesia” dalam RRI, dahulu, dapat berakibat manusia Indonesia menemukan diri pribadinya, kita lihat dari sudut keilmuan musik Barat, olahan latihan oleh didikan musik Barat, sanggup menunjuk jalan, memberi pandangan keluar dan panorama tentang aspek kehidupan kita sendiri di lapangan musik, dari yang dulu-dulu hingga yang sekarang.

Adalah hypokrisi, bila ini hendak disangkal-sangkal.