DAYA GUGAH SIBARANI – KARIKATUR-KARIKATURNYA MENGGAMBARKAN KEINGINAN-KEINGINAN PERJUANGAN RAKYAT SELURUH DUNIA

Sumber: Bintang Timur, Sabtu, 7 Mei 1960, hlm. III.

Pameran karikatur-karikatur dan lukisan-lukisan Sibarani, yang dimulai tanggal 25 April 1960 telah berakhir 2 Mei yang lalu. Pameran yang memberikan kesan pada setiap pengunjung, kesan yang menggairahkan dan sepihaknya tentu mereka yang tak senang lenyapnya kapitalistis sistem akan merasa tersinggung kehormatannya.

Sebagian besar hasil-hasil yang dipamerkan ini telah dimuat oleh Harian Bintang Timur. Disini kita tak membicarakan apa itu karikatur. Apabila membicarakannya —kita harus membicarakan ilmu-ilmu yang harus dimiliki seorang karikaturis. Ia harus memiliki ilmu jiwa masyarakat, ekonomi dan perkembangan masyarakat. Ia pun harus memiliki pengertian politik, yang sebagian orang-orang beranggapan politik tak perlu bagi seniman— dan yang tak pula boleh tinggal dan keharusannya dalam bidang karikatur ialah,

Daya gugah Sibarani

Karikatur-karikatur Sibarani telah menggambarkan keinginan-keinginan dan perjuangan rakyat. Bukan saja keinginan rakyat Indonesia tapi juga keinginan-keinginan perjuangan seluruh rakyat di dunia. Karikatur-karikatur Sibarani telah bicara tentang ini. Sibarani berbicara sebagai manusia humanis dan humanis!

Ia dapat mengupas masalah-masalah yang paling penting dewasa ini, dan masalah-masalah yang telah lalu dan yang akan datang. Karena soal ini bukanlah soal rahasia dan harus disembunyikan, tapi ia cukup terang dalam sejarah perkembangan manusia. Atas sejarah inilah Sibarani berdiri dan menggugah kepincangan-kepincangan hidup dalam tubuh negara kita. Menggugah antara janji dan bukti yang beda sekali dengan maksud-maksud semula. Sibarani menggugah segala ketidakadilan, ketidakbenaran yang berlaku di tengah-tengah rakyat kita. Dan Sibarani menggugah ini bukan suatu keirian dari kehidupan-kehidupan mewah segelintir manusia —atau menyerang membabi buta.

Karikatur-karikaturnya bicara tanpa ragu-ragu atau takut terhadap mereka yang lebih kuasa atau tidak kuasa karena yang diungkapkan bagian dari anggota kita sendiri yang harus perlu kita ubah. Kita tidak perlu takut mengatakannya bukan hanya disitu, juga kita tak takut melenyapkannya untuk selama-lamanya. Ini cukup jelas dari ekspresi-ekspresi dalam karikaturnya pada no. 41 bernama Quo Vadis. Sibarani betul-betul mengerti apa yang terjadi dalam satu tempo dalam masyarakat itu. Tapi juga ia mengerti apa itu kapitalis imperialis. Justru inilah Sibarani menggambarkan motif-motif kesengsaraan rakyat, bukan sebagai motif yang indah-indah dalam kehidupan. Memang kesengsaraan rakyat adalah motif yang paling nyata dalam sejarah manusia sebagai hasil perbudakan kapitalisme. Daya gugah Sibarani daya harumnya bagi setiap orang yang melihatnya bukan saja persoalan apa yang diberikan, tapi karikaturnya selalu dan tetap selalu bertanya pada yang melihatnya. “Tuan di pihak mana?” Mengapa pertanyaan macam ini selalu ada pada setiap karikatur Sibarani? Jawabannya tidak sukar. Dalam setiap karikaturnya ia bicara tentang manusia, manusia yang melawan penindasan dalam bentuk-bentuknya —dan dibagian lain ia menggambarkan kesengsaraan akibat penindasan itu. Siapakah penindas itu? Kapitalis-imperialis-kolonialis! Siapa yang ditindas? Rakyat. Bukan saja rakyat Indonesia, tapi juga semua rakyat di setiap negeri di dunia yang mengalami nasib sama digambarkan Sibarani dengan tepat dan garis-garis pada karikaturnya cukup artistik. Justru inilah lahir pertanyaan: Tuan di pihak mana?

Sekaligus orang perseorangan diajak dan dikenalkannya dengan Pabrik. Penonton diadakan mengenal dan mengerti politik. Bukankah tanpa politik revolusi 17 Agustus 1945 bakal tak ada? Demikian pula daya gugah karikatur-karikatur Sibarani. Tanpa politik, Sibarani tak akan sampai pada saat ia seperti saat ini, dan bisa berkata dengan lantangnya: Tuan ada di pihak mana?

Tanpa pengertian politik kita akan menjadi penonton belaka, dan kemudian menjadi permainan politik ini. Dalam hal ini, Sibarani bukan saja mengerti politik, tapi dalam karikatur-karikaturnya cukup jelas bahwa ia bisa menguasai politik itu sendiri, dan melahirkannya dalam coretan-coretan karikatur yang punya rasa seni dan saling jalin menjalin.

Dalam hal ini mari kita ikuti sebuah karikaturnya dan sekian banyak yang dipamerkan sejumlah 131 itu! Karikatur bernomor 122 dengan nama Mendjelang Asian Games!

Motifnya sebagian dari stadion, dimana penonton penuh sesak dan diantara penonton itu ada sebuah tempat untuk juri bekerja, dan ditonton oleh rakyat —rakyat yang masih terus saja sengsara— walaupun dalam gambar ini digambarkan seorang laki-laki dan perempuan. Kejadian dalam stadion ini —baik penonton maupun juri sedang menyaksikan pacu lari antara orang-orang tersebut dengan seekor setan hitam. Setan hitam ini larinya seperti setan dan bersamanya dibawanya lari minyak, beras, tekstil, dan keperluan-keperluan pokok rakyat lainnya.

Dalam gambaran karikatur ini kita digugah oleh Sibarani, dan mereka-mereka itu juga digugah oleh Sibarani. Karikatur ini amat tepatnya perpaduan rasa manusianya —pengertian politik yang matang— dan Sibarani benar-benar sadar masalah peristiwa ini dalam satu tempo yang singkat, juga orang bisa ketawa, walaupun ketawa itu di dalam diri meringkih kemelaratan.

Kita diajaknya ketawa, namun dibaliknya kita dikenalkannya kehidupan yang berlaku di negeri kita. Kita diajarkannya apa itu politik dan bagaimana harus berpolitik! Walaupun yang digambarkannya hanya setan, sesungguhnya jauh daripada itu, yakni kekecewaan pada bertanding lari dengan setan itu, yakni kedua orang tersebut: orang yang dua ini adalah rakyat! Karikatur ini bukan saja berisikan unsur-unsur untuk membuat semua orang bisa tertawa, tapi juga berisikan orang harus berpikir-berpikir lagi menghadapi situasi ekonomi di negara kita ini. Dengan ini betapa nyatanya hukum-hukum yang berlaku di tanah air kita —dimana kita ingin membuat sesuatu yang megah dipandang dunia dan bangsa sendiri, dan di bagian lain dimana kita kewalahan melenyapkan setan-setan ekonomi.

Gambar ini cukup mewakili hajat hidup bangsa kita saat-saat ini. Dan ini akan selalu menggugah setiap putra Indonesia. Karikatur-karikatur Sibarani adalah karikatur politik, ini cukup jelas! Tanpa politik, karikatur-karikatur lebih bersifat gambaran-gambaran lelucon-lelucon belaka.

Kita lihat pada karikatur No. 21

Karikatur no. 21 bertuliskan: imperialis dan kapitalis harus mati! Karikatur ini menggambarkan Tuan Dulles lagi merana dilempari oleh negara-negara yang membencinya, walaupun Dulles sudah mati, belumlah berarti imperialis dan kapitalis turut mati.

Pada karikatur ini kita temui lagi Sibarani dengan suara lantang! Tuan di pihak mana? Kita diberinya sugesti melalui karikatur ini betapa berkaratnya imperialis itu dalam usianya menghisap kehidupan manusia. Untuk menulis Sibarani dan hasil-hasilnya, amat panjang ceritanya, karena itu cukup kita ambil beberapa buah hasil-hasilnya seperti di atas sebagai bahan-bahan yang kuat untuk mengatakan kekuatan pemikiran Sibarani. Dalam hal ini pula nyatalah: Telah berlaku pada Sibarani, bahwa politik adalah panglima!

Kesimpulan

Sibarani dengan karikatur-karikaturnya kita diberikannya kesan yang amat besar akan peranan politik dalam kehidupan, peranan politik yang memperjuangkan nasib rakyat dan hal ini selalu menggugah kita berpikir untuk mencapai penyelesaian dalam segala bidang kehidupan.

Bukan saja karikatur-karikatur Sibarani dapat menangkap jiwa yang berlaku dalam perjuangan bangsa kita, tapi juga ia merintis jalan yang bebas dalam garis dan bentuk bagaimana karikatur dan seninya dapat bermanfaat bagi manusia dan perjuangannya. Seni bukanlah benda aneh yang harus dikagumi. Dan manusia tak dapat memilikinya seperti mimpi. Tapi seni adalah sugesti yang paling indah menggugah ketidakbenaran dari setiap tanduk dalam sejarah kehidupan manusia.

Pun seni bukanlah suatu benda yang dibahas seninya saja tanpa kodrat manusia penciptanya berpikir, bergerak, dan budidayanya. Ia adalah satu dalam jiwanya rakyat dan seni yang terindah adalah yang diilhamkan oleh penderitaan rakyat itu sendiri. Karena itu ia (seni) tak perlu dicari-cari, ia selalu ada di tengah jiwa perjuangan setiap bangsa, bila kita berada di tengah-tengah rakyat, hidup mati besertanya. Kita akan memperoleh jantung yang paling besar disepanjang zaman, pakai jantung umat manusia.

Melalui karikatur-karikaturnya, Sibarani telah memiliki jantung ini —dan karena itu karikatur-karikatur Sibarani, tiada memiliki sifat-sifat ketakutan terhadap kapitalisme-imperialisme, karena atas bentuk ini kehidupan manusia dimelaratkan. Sibarani telah memiliki jantungnya —jantung yang sesungguhnya— karena itu ia (karikaturnya) dapat berkata: Di pihak manakah tuan?

Bagi setiap orang yang menyintai pameran karikatur-karikatur Sibarani di Gedung Pemuda Jakarta dari 25 April hingga 2 Mei yang lalu, akan merasakan Sibarani dengan jantungnya!

Augustin Sibarani Sebagai Seniman