KEMUNGKINAN KERAMIK DI INDONESIA

Sumber: Indonesia, No. 4, Tahun III, April 1951, hlm. 33-36.

Yang dimaksudkan dengan keramik, dalam bahasa Indonesia pekundian, tembikar, tembereng, ialah semua barang-barang untuk kesenian, atau alat perabot kehidupan sehari-hari yang diperbuat dari tanah liat. Sesudah barang-barang tadi selesai diwangun (gemodelleerd) dengan tangan atau mesin, dibiarkan sampai kering, lalu dibakar dalam pembakaran (oven). Untuk keramik padat dan halus untuk porselen diperlukan tanah tersendiri (kaolin) yang jitu pengolahan yang teliti, dan diperlukan panas-pembakar naik-turun 12000 celcius. Pekundian biasa (krepes) cukup dengan tanah liat biasa, dan panas pembakar 900-12000 celcius. Barang-barang keramik yang sudah keluar dari pembakaran pertama —macam-macam warnanya— dalam bahasa asing dinamakan terakota. Warna-warna ini disebabkan oleh macam oxyden yang terbakar, yang terdapat di tanah. Ada yang jadi putih, merah, kuning, abu-abu. Contoh terakota: gentong, cobek, kuali, genteng. Terakota ini ditumpangi dengan lapisan tipis dari cairan bubuk glazuur dengan air, lalu untuk kedua kalinya dibakar, lapisan cairan glazuur tadi berubah menjadi lapisan kegelas-gelasan, sifatnya keras, padat, mengkilat, seperti dilapis gelas. Pekerjaan ini dalam istilah keramik dikatakan diglazuur, dalam bahasa kita boleh dipakai digelas. Keuntungan yang kita peroleh dari pergelasan ini, dapat menahan penembusan zat cair, seperti mana terakota tidak bersifat demikian. Permulaan menjadi keras, padat, halus, sedikit banyak mengkilat. Barang keramik yang dipakai sehari-hari —cangkir, piring, mangkok— pergelasan mempunyai sifat penahan penembusan cair ini, memberaskan sekaligus soal kebersihan, dan sekalian memungkinkan orang dapat menaruhkan warna-warna, ornamen-ornamen, di barang-barang tadi, sehingga mengenakkan pandangan mata yang tajam (gevoelig). Bahwa keramik yang cukup pembakarnya termasuk barang yang tidak mudah rusak kikis, karena pengaruh pergeseran alam, terbukti dari penemuan-penemuan barang-barang keramik boleh dibilang masih utuh, yang berasal dari zaman purbakala. Lain dari sifat tidak mudah kikis ini, pun pekundian memberi kemungkinan-kemungkinan tak terhitung banyaknya, perkembangan ke berbagai corak dalam pembikinan alat perkakas sehari-hari, khusus untuk kesenian —sebagai medium— (patung, pot, guci, relief, mosaik) dan sebagai bahan pembangun dalam seni bangunan, misalnya: penutup lantai, hiasan dinding, penutup atau penghias atap. Lain dari itu juga untuk keperluan pembuatan seribu satu malam barang kecil, keperluan teknis dan lain-lain. Hal ini kita lanjutkan lagi di belakang. Pemilihan dan pengolahan tanah yang teliti dengan ketangkasan teknik, perusahaan keramik dapat mencapai tingkat kemajuan yang tinggi.

Pekerjaan kundi itu suatu pekerjaan yang menyenangkan bagi orang-orang kreatif. Pekerjaan tidak minta tenaga urat yang besar, juga tidak usah sehari-hari duduk bertekun menghadap meja tulis. Dalam pekundian orang dapat membangun bentuk-bentuk dengan sesuka hatinya dan semau-maunya sendiri, dapat menaruhkan aneka warna, garis atau ornamen di barang-barang yang dikehendaki. Lagi pula menimbulkan hasrat ingin tahu, bagaimana kejadiannya dengan rancangan semula. Orang selalu mengintai dari lubang kecil ke dalam dapur yang masih panas untuk melihat hasilnya tidak bisa sabar menunggu cukupnya waktu, dimana barang-barang tadi cukup dingin, untuk dapat diangkat keluar. Orang selalu diliputi rasa-ingin-tahu, bagaimana kesudahan hasilnya. Disini kejituan perhitungan proses kimia diuji, dan kepandaian menemukan rahasia-rahasia yang ada tersembunyi di tiap-tiap dapur pembakar.

Sejarah pendek tentang keramik

Permulaan seluruh keramik belum dapat dipastikan. Kita cuma tahu bahwa keramik lama sudah, kira-kira 300 tahun yang lalu, sudah ada didapatkan orang sebagai penemuan barang purbakala. Penemuan-penemuan tidak hanya berupa terakota, tetapi juga ada yang sudah diglazuur. Perusahaan keramik sudah mengalami perkembangannya di zaman yang telah silam, merupakan salah satu perwujudan kebudayaan. Terutama di Asia: Tiongkok, Jepang, negeri sekitar Persia, lalu meluas ke benua Eropa; Perancis, Jerman, Inggris, dan lain-lain. Sepanjang pengetahuan kita di antara negara-negara ini, Tiongkok lah yang mencapai abad keemasannya dalam hal keramik. Keindahan serta tersendiri dari produksinya, yang hingga sekarang sukar diatasi, dibawa, dan disebar oleh musafir di seluruh dunia, barang mana mendapat penghargaan luar biasa dari penggemar atau pengumpul, lebih dari pada penghargaan dari bangsa yang menghasilkan sendiri. Satu kenyataan bahwa barang kuno ini dimana-mana selalu dicari oleh penggemar dan berani membayar dengan harga yang tinggi.

Perusahaan keramik bisa meluas merupakan daerah industri tersendiri, dimana ribuan tenaga manusia bekerja di sekitar dapur pembakaran, yang ribuan pula jumlahnya. Disitu kaum teknik, seniman dan ahli kimia bekerja bersama serta mempunyai tugas sendiri-sendiri. Kemasyhuran produksi mengabadikan nama pembikin, perusahaan dan negaranya. Dalam sejarah kita mengenal perkembangan dan merananya perusahaan keramik. Kalau di masyarakat timbul kebiasaan dan aturan-aturan atau upacara, untuk itu dipergunakan keramik, contoh dalam hal ini di Jepang dengan adanya upacara minum teh, maka pekundian seperti mendapat saluran, dimana arti kemajuan dan perkembangan, dapat dialirkan. Orang mempunyai arah kemana penyempurnaan produksi ditujukan, dalam keindahan, kejituan atau kemanfaatan. Dengan cara dan keadaan begini pekundian mudah maju dan mempunyai harga dalam kebudayaan. Sebaliknya perusahaan yang berada di puncak kemegahan, dapat merana, karena penjajahan dari kekuasaan asing. Kekalutan dalam negeri, lumpuhnya tenaga-tenaga kreatif dan para ahli, lenyapnya rahasia-rahasia pabrik, bisa juga menyuramkan cahaya yang pernah bersinar di pusat suatu perusahaan. Di Eropa seperti juga halnya di Asia, mula-mula pekundian dibuat dengan tangan saja. Datangnya abad serba mesin banyak merubah cara dan tujuan perusahaan. Mesin ialah perkakas jitu untuk masa produksi, bisa membikin ribuan mangkuk, racak segala-galanya, tidak kenal meleset atau sial, hal mana sukar dicapai dengan tangan. Tapi toh pemakaian serba mesin ini ada bahayanya. Orang sering lupa apa akibatnya dengan produksi yang berlebih-lebihan. Sosial dan ekonomi kacau oleh karenanya. Disini terletak titik bahaya. Serba mesin bagus, asal dipergunakan melulu sebagai perkakas untuk meninggikan derajat kesenian dan kebudayaan.

Pekundian di Indonesia

Dapat dibuktikan, bahwa kita juga mempunyai sejarah pekundian dengan teknik yang agak berarti, dari pekabaran-pekabaran, dan penemuan-penemuan barang kuno di Jawa Barat, Jawa Timur, Bali yang berupa gempalan-gempalan dari bangunan-pemuja (sebangsa candi-candi), satu dua barang-barang sebagai kendi-cowek, yang tersimpan dalam museum. Disamping batu-alam, kayu, pekundian dipakai orang juga sebagai bahan penyusun bangunan, penghias atau dinding, pilar dan keperluan lain lagi. Tentang adanya pergelasan belum dibuktikan oleh penyelidikan. Peninggalan ini berasal dari zaman Hindu. Rupanya sesudah zaman Hindu lambat laun mundur terdesak, diganti dengan alam pikiran lain, perusahaan pekundian kehilangan anasir pendorong sehingga menyebabkan kelemahan umum dan akhirnya hilang lenyap tidak meninggalkan bekas. Dewasa ini pekundian rakyat yang masih berada di garis sejarah, ialah sekalian yang dinamakan gerabah oleh umum, adanya bertimbun-timbun dijual di pasar, dan dipikul ditawarkan orang keliling (gentong, kuali, dan sebagainya). Gerabah ini senantiasa dibikin oleh rakyat disamping menanam padi, sebagai sumber pencarian.

Di zaman Belanda di Indonesia, timbul berbagai perusahaan dan diusahakan atau dibantu oleh pemerintah dan satu dua atas inisiatif partikelir (Plered, Bandung, Banjarnegara, Bojonegoro) sekalian perusahaan ini berusaha untuk mengembangkan diri. Untuk bahan dipergunakan berjenis-jenis tanah liat dan kaolin yang banyak terdapat di seluruh pulau. Bahan pergelasan banyak juga sudah dibuat sendiri, walaupun kualitas dan kejernihan warnanya masih terbatas, belum dapat menyaingi glazuur bikinan Jerman. Produksi mereka ini yang ditujukan untuk keperluan hidup sehari-hari, masih harus dibaguskan, dijitukan dan dimurahkan, agar dapat tahan bersaingan dengan barang pecah-belah masa-produksi luar negeri, yang membanjiri pasar. Kecuali untuk keperluan rumah tangga, dapur pembakaran tadi juga menghasilkan produksi untuk keperluan bangun-bangunan dan disini sana juga untuk kesenian. Usaha yang dapat berjalan paralel dengan kehendak keinginan masyarakat memang belum terasa, agar perusahaan pekundian berarti baginya. Juga kita belum mendengar satu figur agak jitu dalam lapangan ini.

Pekundian untuk Indonesia

Kita menyongsong zaman baru, merdeka, dimana kita bebas bisa mengembangkan diri seluas-luasnya dan mudah-mudahan takkan dirintangi lagi. Vak pekundian menghendaki ketelitian, keuletan dan kesabaran dari tenaga-tenaga kreatif di suatu bagian dan tenaga ahli di lain bagian. Kita mulai saja melihat kemungkinan keramik di seni-bangunan. Dalam seni bangunan kita yang akan datang, tak terhitung banyaknya kesempatan bagus untuk menutup sudut-sudut dan lubang-lubang gevel dengan ornamen atau komposisi dari keramik. Kalau di negeri yang sudah maju menggunakan pekundian untuk penutup, pengukir, atau penghias dinding, tangga, kapiteel, relief, monumen, ya malahan sekeliling bangunan, dari lantai sampai ke atap menara ditutup dengan ubin keramik yang digelas… mengapa kita tidak memakainya bahan ideal ini untuk bangunan kita di daerah panas ini. Tidak maksudnya menguraikan sampai ke detail-detail, inisiatif selanjutnya tentang ini baik kita cari dalam pabrik saja nanti, atau serahkan para arsitek dan kundiman kita, bagaimana memecahkan soal ini nanti, agar terlepas dari kewajibannya.

Untuk seni-rupa (beeldendekunsten) khusus keramik juga memberi perspectieven yang luas. Tanah dapat dibutsir menjadi bentuk apapun yang disukai, dari mulai ornamen tablet kecil-kecil berbagai bentuk, corak, stillasie, arca-arca, pit, vas, mangkok sampai ke patung-sedada ukuran sesungguhnya dan mungkin juga lebih besar lagi. Jika telah dibakar bisa tahan pengaruh alam seperti halnya dengan batu biasa. Orang juga dapat memainkan rangkaian warna di sebagian atau di seluruh permukaan panel, komposisi, ornamen, relief dari terakota, sebagai halnya dengan mosaik.

Untuk keperluan praktis dan rumah tangga, kita terikat atau harus mengingat faktor kebiasaan dan kesukaan umum juga faktor ekonomi penting. Untuk dapat berjalan produksi kita, paling sedikit harus dapat menyamai bikinan luar negeri, dalam hal degelijkheid, kualitas, keindahan konvensi, dan harga. Kalau tidak, hasil kita mesti kalah. Keramik yang bagus harus function werend, harus dapat memenuhi kebutuhan dan keinginan masyarakat dan dapat dibeli oleh tiap keluarga.

Demikianlah garis besarnya keramik. Hal-hal teknis dan organisasi selanjutnya baik diselesaikan dalam pabrik saja.

 

Tulisan ini juga dimuat dalam majalah Daya, 1949; Seni Rupa Modern Indonesia: Esai-esai Pilihan, Aminudin TH Siregar dan Enin Supriyanto [editor], Nalar, 2006.