BEBERAPA CATATAN TENTANG SENI GRAFIS ATAU SENI GAMBAR HIAS

Sumber: Indonesia, Tahun III, Nomor 9, September 1952, hlm. 1-4.

Baru-baru ini seorang teman datang kepada saya. Dia menawarkan apakah saya mau membikin rencana suatu gambar lambang buku, entah… untuk suatu penerbitan atau untuk suatu toko buku atau untuk suatu perpustakaan perseorangan dari seorang Indonesia, itu saya tak tahu lagi. Tawaran saya terima. Karena teman ini datang untuk menolong saya. Lagi saya telah banyak berlatih dengan vinyet-vinyet, yaitu gambar-gambar kecil untuk mengimbangi secara keindahan kekosongan dalam suatu halaman karangan. Dan lagi saya selalu bersenang hati menerima tawaran apa saja dalam soal gambar-menggambar. Begitu teman memajukan tawaran, angan-angan saya telah berjalan ke bentuk apa yang akan diambil oleh gambar lambang buku itu nanti. Proses sampai ke bentuk lukisan itu berlaku dalam waktu sekilat, seperti secepat semua waktu yang mengantarkan kita kepada apa yang sangat hidup bersatu dengan jiwa rasa kita. Kegembiraan ini melengahkan saya dalam memajukan beberapa pertanyaan penting yang pada umumnya sangat diperlukan pada tiap-tiap apa yang akan diusahakan. Maklum segala apa mesti ada dasarnya dan ada tujuannya. Apalagi kalau mengingat dalam keadaan sekarang; bagi tiap-tiap putera Indonesia yang sadar dan bertanggung jawab, tiap-tiap usaha apapun juga yang harus dikerjakan mesti diupayakan dikerjakan dengan seksama atau serius. Kalau hal ini tak pernah atau sering tidak begitu diacuhkan, maka apa saja bentuknya usaha dia akan menjadi bagian perusak dalam pembangunan sekarang. Sikap seperti ini, pada mana segala usaha pada waktu sekarang sering dihubungkan dengan pembangunan kebudayaan, akan mengantarkan segala usaha ke jurusan kekecewaan saja. Karena kebudayaan bukan soal asal-muasal saja. Dia sangat memerlukan keseksamaan penumpahan cita dalam semua lapangan; sedangkan begitu sikap seksama ini belum tentu akan melekaskan terbentuknya suatu kebudayaan, karena soal kesewajaran pernyataan bangsa pada waktu ini, dimana semua lapangan harus bermula pada dasar pertama, dia akan sering melalui proses naik-jatuh. Pula harus sangat perlu disadarkan pada waktu belakangan ini, bahwa kebudayaan bukan akan banyak ditentukan oleh gerakan-gerakan teori-teori muluk, tetapi dia sangat mengharapkan dalam perwujudannya hasil-hasil yang kongkrit yang bermula dengan hasil kreatif. Cara-cara kepada pembuktian ini sampai sekarang sangat kita abaikan, atau kalau ada hasil-hasil baru lahir, umumnya tidak begitu kita hiraukan, dan dengan begitu kita memalingkan muka dari daya kemampuan bangsa. Karena bersimaharajalelanya sikap keteledoran ini, maka semua usaha membangun dalam lapangan manapun juga jarang diperbincangkan, dikupas secara keahlian yang sangat diharapkan dalam waktu sekarang, untuk lebih membukakan mata dan jalan-jalan yang bersifat mengoreksi atau mendorong bagi umum atau bagi tenaga di dalam lapangan usaha-usaha itu. Payahlah kita menemukan tentang kejituan dalam adanya memenuhi sesuatu usaha yang berdasarkan dan bertujuan luas dan yang ada mencari corak yang dilahirkan karena keadaan tempat dan waktu. Telah berapa banyakkah usaha yang dihasilkan oleh partikelir atau oleh pemerintah yang telah dikenal oleh umum atau oleh orang dari vak sendiri dalam bentuk penelaahan. Hampir selalu kelihatan semua pengusaha takut dalam melihat-kembali akan hasil prestasi usaha sendiri. Semua seolah-olah disembunyikan akan hasil prestasi usaha sendiri. Semua seolah-olah disembunyikan akan tinggi-rendah nilai yang dihasilkan. Semua mengharap tak akan adanya sedapat mungkin menerima kritik yang berupa gugatan. Tentu segala apa ini dapat pula dipulangkan oleh ahli-ahli yang mendapat bagian dalam pembagian rezeki gugatan ini jatuh diluar kompetensi mereka, bahwa ini berkewajiban dari pihak kedua. Tapi dapat pula dianggap bahwa mereka yang berezeki ini satu sama lain, baik dia orang asing atau orang asli, semua seolah-olah seia-sekata dalam menempuh jalan tidak akan membikin kritik. Jalan pikiran anti kritik ini, sejarah psikologinya telah lama, dan mungkin pula pikiran anti-kritik ini ada sebagian dari tradisi kebudayaan nasional, dimaksudkan dari kebudayaan kuno. Dan sikap orang asing dalam anti kritik ini dapat pula dianggap sebagai takut akan kehilangan rezeki atau harus mesti selalu mengambil sikap manis sebagai tamu yang menghormati tuan rumah.

Apa saja yang kita jalankan boleh dikatakan hampir semua dilakukan secara diam-diam atau berselosoh, dan tiap-tiap hasil usaha munculnya dengan tiba-tiba, dan setelah muncul hampir selalu tidak dapat gugatan. Kalau dia merupakan sebagian dari usaha pemerintah, dia cukup diselimuti dengan pernyataan bahwa pemerintah telah menyelenggarakan suatu pekerjaan baru lagi dengan cukup disertai catatan-catatan tentang apa yang dikemukakan dalam usaha itu; dengan lain perkataan semua itu cukup diselesaikan dengan pertanggungan jawab dengan cukup menyebutkan kuantitas saja.

Gerakan anti kritik ini banyak pula kita ketemukan dalam soal lukis-melukis atau gambar-menggambar (seni grafis). Semua hasil gambar yang mendapat kesempatan dipertunjukkan seolah-olah sudah cukup bertanggung jawab dan memenuhi syarat-syarat keahlian. Hampir semua bentuk usaha dalam dunia seni grafis ini sampai sekarang belum mendapat gugatan yang diharapkan. Karena kealpaan atau kesepian gugatan ini, maka apa yang dilahirkan oleh pekerja grafis seolah-olah telah merupakan pesanan rutin saja dari si pemberi order. Alasan untuk meneruskan order ini, tentu tak terbilang banyaknya, kalau mengingat bagaimana kedudukan keahlian tenaga yang berada di Indonesia sekarang dan bagaimana luas lapangan untuk mendapat pasaran. Karena telah banyak pasaran pasti-tertentu yang akan menjamin lakunya suatu hasil usaha, pengusaha menganggap tak usah mempertimbangkan selanjutnya peil dari kualitas lagi.

Apa yang diusahakan hanya dipikirkan asal dia cukup memenuhi kehendak dari si pemberi order. Usaha tidak disangkut-pautkan dengan suatu keyakinan dalam mencari jalan pemikiran atau perasaan dalam hubungan kebesaran yang senantiasa cukup mengandung sinar pendorong dalam penemuan bentuk-bentuk baru atau ada memiliki daya inspirerend. Segala sesuatu cukup diselubungi dengan kemajuan-kemajuan yang umum telah merupakan cap yang terkenal atau yang telah merebut pasaran dari usaha orang-orang asing. Mungkin dengan alasan ini mereka merasa cukup maju dan tidak ketinggalan zaman dalam bentuk pernyataan yang membenarkan hasil usaha mereka. Memang sungguh, segala apa yang umum kita ketemukan dalam lapangan grafis kita hampir semua hasil boncengan saja, bukan suatu hasil usaha karena mengerti kenapa sampai jadi begitu. Hampir semua gambar dapat digugat dalam salah pemasangan pembagian dan salah pengertian struktur dalam mengemukakan bentuk yang dihidangkan.

Begitu usaha grafis seperti ini tidak dilahirkan atau tidak diciptakan, yaitu syarat mutlak dari apa yang dikatakan buah seni. Banyak hal-hal yang penting dalam pemikiran cara-cara kerja yang tidak dikenal.

Soalnya ialah ditimbulkan oleh karena tiba-tibanya kita mengambil over suatu usaha orang asing yang kebetulan ada kegunaannya bagi kita karena telah menjadi sebagian dari kebutuhan hidup yang tidak dapat —atau kurang memuaskan— digantikan oleh cara-cara usaha asli, itu tak pernah kita pikirkan secara seksama. Dari mulanya kita mengambil over banyak macam usaha yang menguntungkan bagi bangsa asing, hampir semua ikhtiar kita hanya ditujukan untuk mendapat sukses dalam materi dalam waktu yang singkat saja. Kita senantiasa lupa dalam mencari persamaan dasar yang bertalian dengan usaha-usaha yang berhubungan dengan macam usaha dari orang asing itu. Hanya dimana kekurangan keuntungan dari bentuk usaha, maka baru ada keinginan untuk mencari perubahan dan mencari bentuk-bentuk baru. Tapi sayang umumnya bentuk baru yang diambil selalu yang mesti ada miripnya pula dengan yang paling laku dari usaha orang asing, dengan tetap tidak mempunyai pengertian tentang suksesnya usaha orang asing.[*] Seperti bahwa semua yang berasal dari yang asing itu dari sejarah mulanya cukup banyak mempunyai keberanian dalam melantingkan sesuatu yang baru ditengah-tengah masyarakat kita yang boleh dikatakan pada hakekatnya tidak ada sangkut pautnya yang asing itu dengan kita. Bahwa bagi semua orang asing itu segala sesuatu adalah hasil pertimbangan yang matang yang diperhitungkan dengan serba keahlian. Yang dihidangkannya cukup memenuhi kebutuhan atau menimbulkan kebutuhan pada masyarakat bangsa kita karena terbukti ada kebenaran kualitas dari akibat pemakaian barang. Secara begitu dia merebut kemenangan pasaran. Begitu selalu sejarah merek dan bentuk gambar grafis orang asing itu bermula. Dan buat selanjutnya mereka harus menjaga supaya perhatian umum jangan sampai berkurang terhadap isi dan bentuk grafis dari barangnya.

Perjalanan evolusi penjelmaan dari bentuk seni grafis mereka ini selalu digandengkan mereka dengan kemajuan-kemajuan yang diperolehnya dalam bentuk-bentuk penemuan keindahan baru dari cabang-cabang kesenian lainnya yang banyak pula hubungannya dengan cabang seni grafis ini.

Kekurangan pengertian pekerja grafis kita tentang proses evolusi bentuk ini, tambah ditahan lagi oleh sikap dan sifat umum. Kekeliruan dan kucar-kacir bentuk gambar grafis dari pekerja ini tidak begitu dipusingkan oleh umum. Karena si pemakai merasa cukup senang asal barang yang dipakai apa serupa dengan barang yang datang dari luar negeri. Dan lagi faktor yang utama, pengertian dalam memisahkan dan membandingkan kualitas antara barang-barang, umum kita tidak begitu mengenal, karena kesempatan sangat sedikit sekali disebabkan oleh ketidakmampunya kita membeli atau oleh kelemahan ekonomi kita.

Sikap penerimaan yang asal-muasal saja ini membawa semua pengusaha sampai kepada si tukang gambar grafis kepada keadaan mematikan semua kehendak mau maju dalam arti sesungguhnya. Apalagi kalau dilihat siapa di antara ahli-ahli gambar kita yang banyak bicara dengan majalah-majalah, dalam kalangan reklame dan dalam seni grafis lainnya. Kalau dilihat telah berapa lama mereka bergerak di dalamnya, maka seolah-olah mereka telah merebut suatu kemenangan pengalaman dan telah melahirkan tradisi-tradisi jejak dari bentuk yang telah direbut oleh cara bekerja di tengah-tengah perkembangan vaknya di kalangan bangsa.

Keadaan membusungkan dan menepuk dada bahwa selama ini, “Saya dengan secara ini mendapat sukses” sangat mematikan mereka dan menutup mata mereka untuk menanam dasar-dasar yang sangat diperlukan dalam kebangunan sekarang. Yaitu segala apapun juga yang kita bikin (cara gagahnya kita ciptakan) semua mempunyai sangkut-paut yang kokoh dalam segala penjelmaan berfikir dan perasaan manusia pada ketika itu.

Dan dengan sendirinya apa yang berhubungan dengan ini dari sekarang mesti menjadi pokok utama dari perhatian kita dalam mencari dan memberi dasar yang kokoh dari segala bentuk usaha pada waktu kebangunan sekarang.

[*] Handigheid dalam mencari mirip bentuk ini yang paling jitu dan yang paling sering memakainya ialah dari pihak orang Tionghoa. Coba perhatikan semua usaha mereka dalam mengeluarkan semua barang yang berupa hasil usaha orang asing, dari memberi nama, besarnya barang dan bentuk sampai warna dari bungkus mesti mirip dengan yang asing itu.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *