BERJUANG DAN MEMBANGUN

Sumber: Nasional, Tahun III, No. 13, 29 Maret 1952, hlm. 19.

Sudah kita ketahui, bahwa kebudayaan itu buah budi atau ciptaan manusia. Layak karenanya, sifat luhur dan indah (yang ada pada budi manusia) senantiasa nampak pula pada segala kebudayaan ciptaannya tadi.

“Buah budi”… nyatalah dari perkataan ini, bahwa budi manusia itu dapat “berbuah”, sedangkan perkataan ini selanjutnya mengandung arti, bahwa budi manusia itu aktif, tidak tinggal diam. Tidak mungkin sesuatu yang diam dapat menghasilkan buah. Tiap-tiap buah adalah hasil sesuatu usaha. Atau akibat sesuatu proses. Perkataan, “usaha” pada umumnya berarti pekerjaan yang dilakukan dengan sengaja, bahkan biasanya dengan rencana dan dengan maksud yang tertentu; pula pada galibnya dengan tujuan yang pasti.

Sebutan “akibat sesuatu proses” biasanya terpakai, apabila ada kejadian atau keadaan timbul dengan sendirinya tidak dengan disengaja. Kalau sesuatu keadaan menyebabkan timbulnya sesuatu akibat, yang tidak dimaksudkan (misalnya orang menggunakan adat-istiadat asing dalam caranya ia berpakaian, berumah tangga, makan dan minum dan sebagainya) maka hal-hal itu disebabkan karena adanya suatu “prodes”, yaitu laku-laku kejadian yang tertentu, diluar maksud atau kemauan orang, (misalnya karena kebiasaan-kebiasaan), proses mana dengan sendiri menimbulkan sesuatu akibat. Ini tidak berarti, bahwa manusia dalam hal yang sedemikian lalu lepas dari pertanggungan jawab. Tidak; ia tetap bertanggung jawab; sanksi yang dijatuhkan kepadanya, biasanya berupa pencelaan atas “kelemahan budi”-nya. Apakah sanksi ini enteng ataukah berat, ini terserah kepada yang berkepentingan.

Disinilah kita ingat pada satu persoalan, yang mengenai kedudukan manusia di dalam alam-dunia ini yakni: Apakah manusia itu dalam hidup serta penghidupannya merupakan “objek” semata-mata (yakni barang yang tidak berkemauan), ataukah ia merupakan “subyek” (yakni berkemauan). Dan teringatlah pula kita pada kenyataan bahwa manusia adalah mahluk yang “istimewa”, mahluk yang “terpilih”, mahluk yang memiliki sifat-sifat kesaktian, yang dapat mengalahkan kekuatan-kekuatan kodrat alam. Kenyataan inilah yang menyebabkan adanya pendapat, bahwa Kebudayaan adalah penguasaan terhadap Alam.

Apabila kita mengingat bagaimana lahirnya, timbulnya, jadinya dan tumbuhnya kebudayaan, maka bolehlah kebudayaan itu dianggap sebagai hasil perjuangan atau buah kemenangan manusia, dalam perlawanannya menghadapi segala daya dan kekuatan kodrat dan masyarakat, yang merintangi, menyukarkan atau menghambar hidupnya. Kadang-kadang manusia tak dapat mengatasi kesukaran-kesukaran, rintangan-rintangan dan hambatan-hambatan itu, namun sebaliknya manusia kerap kali keluar dari segala perjuangan tadi selaku pemenang. Karena perjuangannya itu maka manusia makin lama makin tambah kuat, tambah cerdik dan terus maju. Dalam berbagai lapangan manusia nyata-nyata dapat mengalahkan dan menguasai kekuatan-kekuatan kodrat alam; yang semula merintangi atau menyukarkan hidupnya, namun kelaknya dapat ia pergunakan untuk keselamatan dan kebahagiaannya. Begitulah timbulnya kebudayaan sebagai hasil perjuangan manusia melawan segala kekuatan alam dan zaman, atau kodrat dan masyarakat, yang mengelilingi hidupnya. Dengan kebudayaannya maka terang manusia membuktikan kesaktiannya dan kejayaannya sebagai makhluk yang terpilih, makhluk yang istimewa. Dengan kebudayaannya maka manusia menunjukkan kesanggupan serta kemampuannya untuk mengatasi segala rintangan di dalam hidupnya. Pula untuk terus maju ke arah derajat perikemanusiaan yang setinggi-tingginya.

Segala uraian dimuka itu perlu bagi kita untuk menginsafi, bahwa hidup manusia itu pokok pangkalnya ialah berjuang dan membangun. Sejak sejarah manusia dan bagi tiap-tiap manusia sejak ia lahir sampai ia nanti meninggalkan dunia ini, tetaplah dapat kita saksikan, bahwa hidup kita manusia adalah berjuang dan membangun, tak dengan berhenti-henti. Dari kodratnya, sebagai makhluk yang ber-trimurti, manusia mempunyai kesanggupan serta kemampuan untuk berjuang dan membangun. Menginsafi kenyataan ini selanjutnya adalah perlu, karena keadaan hidup dan penghidupan kita hingga sekarang, kadang-kadang memberi kesan sebaliknya. Seolah-olah bangsa kita —lebih tegas para pemimpinnya— banyak yang melupakan akan keharusan manusia untuk berjuang dan membangun, terus menerus selama ia hidup. Kita sudah berjuang mati-matian untuk merebut kemerdekaan tanah air kita, kini wajiblah kita membangun hidup dan penghidupan kita, yakni kebudayaan kita, untuk menegakkan serta mengisi kemerdekaan tanah air kita. Untuk mewujudkan kesanggupan dan kemampuan kita: berjuang dan membangun.