PERTUNJUKAN PELUKIS-PELUKIS INDONESIA

Sumber: Pemandangan, Tahun IX, No. 103, 10 Mei 1941, hlm. 2.

Bataviasche Kunstkring mengadakan pertunjukan lukisan-lukisan Indonesia dalam gedungnya mulai tanggal 7 Mei yang lalu; pertunjukan lukisan-lukisan Indonesia yang kedua; yang pertama diatur oleh Persagi dalam ruang seni Kolff & Co.

Sekali ini lukisan kebanyakannya buah tangan Agoes Djajasoeminta, 30 dari pada jumlah semua, yaitu 61.

Pokok perasaan seninya berwujud dengan nyata dalam “Citro” (Zangeres uit Sidharta’s Hof), penyanyi perempuan India, No. 28: ketenangan. Garis-garisnya diam, warnanya redam. Lukisan itu seanteronya terasa “ningrat” (dalam artian rohaninya).

Ketenangan ini kelihatan juga dalam acara dari kehidupan sehari-hari. Demikianlah perempuan yang mandi, No. 23, seperti tafkur, semadi, dan penari-penari perempuan Bali, No. 4, tertahan, tenang geraknya.

Ia pasti menyukai kebudayaan India, bukan saja kenyataan dari No. 28 yang tersebut, tetapi dari No. 13 pun juga; tiga perempuan, yang bermuka India.

Selebihnya wajah India seringkali nampak pada orang-orang yang digambarnya.

Dalam beberapa gambar ia mencoba meninggalkan pokok perasaaan seninya itu, akan tetapi tidak sanggup benar. Ada kalanya hasilnya mengecewakan sekali, sebagai No. 14: Tjap Gomeh.

Bahwa ia sesungguhnya mencoba memperoleh bentuk-bentuk yang baru, jelas benar pada tiga gambar yang tergantung sejajar: No. 24: “De Overwinnaar”, orang yang menang, No. 25 “Koeda Képang” dan No. 27 “Man met paar den”, orang dengan kuda. Tiga buah lukisan dan tiga macam bentuk! Kita tidak dapat mengaguminya.

Sebaliknya dalam hal ia tidak meninggalkan pokok perasaannya, meskipun ia hendak lebih mencapai pergerakan dalam acara, susunan, garis, dan warna, hasilnya bagus sekali, membuktikan, bahwa dengan menurut garis yang disukainya mula-mula pun ia akan sanggup juga makin maju, membuat sumber wahyunya tetap terbuka; No. 5, “Ronggeng”, No. 8, ibu dan anak, No. 9, anak muda, No. 13 yang sudah disebut, No. 4 yang sudah disebut juga.

S. Soedjojono boleh dikatakan lawannya: penuh nafsu, penuh pergerakan. Kehidupan dirasanya berkobar-kobar, keras dalam kesedihannya, kuat dalam keinginannya. Lukisannya No. 42, “Depan Kelamboe Terboeka” mengharukan sungguh.

Perempuan pada gambar itu nampak benar mengenang nasibnya. Kesedihan dalam matanya, kesedihan pada bibirnya. Badannya melukiskan kepayahan karena nasib merangkum dia dalam penderitaan. Akan tetapi rasa berontak, kelihatan pula pada gambar itu, rasa berontak terhadap kehidupan.

Perempuan itu seakan-akan mengatakan dengan suara pahit: Jadi inilah yang disebut kehidupan, buat keadaan yang beginilah saya lahir.

Dalam “Potret Td. Dp.”, No. 43, Soedjojono memakai arang pertama kalinya (dalam pertunjukan). Dalam lukisan ini perasaannya menuju ketenangan, akan tetapi bentuknya tetap nyata, pasti.

No. 48, “Tari Timoer”, lukisan Raden Mas Soeromo, memperlihatkan percobaan mempersatukan Timur dan Barat. Hasilnya sangat menyenangkan. Ia membuat bentuk wayang kulit lebih “biasa”, lebih “bergerak”. Dengan penuh perhatian kita menanti hasil-hasil pekerjaannya atas dasar itu. Lukisannya yang lain, No. 49, perahu mayang, terlalu sengaja teratur, tidak ada dalamnya yang istimewa. Ia rupanya masih mencari garisnya, haluannya. Agaknya garis yang pertamalah yang sesuai dengan jiwanya.

S. Toetoer keluar dengan tiga pemandangan, No. 56, 57, dan 58. Yang paling baik ialah No. 57: pemandangan atas Megamendung No. 56 dan 58, lebih-lebih yang penghabisan, terlalu mencari kekuatan dalam warna. No. 55, perempuan yang tidak berpakaian, terlalu diam terlalu “berbentuk”; perempuan itu seakan-akan arca tembaga. Jiwa tidak ada menghidupkan kumpulan daging itu.

Pertunjukan Pelukis-Pelukis Indonesia (II)