DUA PELUKIS MUDA KITA

Sumber: Pantja Raja, No. 10, Tahun II, 1 April 1947, hlm. 335-337.

Bila suatu proses dalam kumpulan manusia yang tercipta dalam masyarakat, bangsa dan kemanusiaan sedang berjalan, berlaku atau akan terjadi, selalu jiwa-jiwa yang besar akan memimpinnya dan mempengaruhinya. Pemimpin-pemimpin besar akan memimpin dengan geraknya, tindakannya yang aktif. Mereka ini adalah tenaga yang menggerakkan proses supaya tetap berjalan. Tapi ada lagi pemimpin yang mengadakan kesempurnaan jalannya proses itu dengan perasaannya yang halus, yang memberikan kepuasan penerangan dalam penglihatannya yang penuh perasaan. Mereka ini yang dinamakan seniman.

Dua pandangan ini dapat kita bawakan ke keadaan rumah tangga. Si Bapak yang menggerakkan, mengadakan suatu yang hidup dalam rumah tangga dengan mencari makan, pakaian bagi anak isterinya, perabot rumah, pendeknya yang dapat mengatakan, di rumah itu ada yang hidup. Tapi keadaan ini tidak akan berlangsung kalau si Isteri hanya sebagai patung saja yang diberi makan, pakaian dan lain-lain. Apa yang diberikan si Bapak untuk rumah tangga itu dibiarkannya saja tertumpuk tak karuan tempat. Atau si Bapak tidak ditunjukkan kebutuhan apa yang harus dipenuhi dan dicarikan bagi anak-anak mereka. Kain mana, warna apa dan apa bunganya untuk pintu dan jendela.

Si Bapak tenaga yang bergerak.

Si Isteri juga tenaga yang bergerak, tapi gerak, laku perjuangannya itu berbeda dengan si Bapak. Ia mengatur, memberikan pandangan luas, memberikan kepuasan kepada si Bapak dengan menunjukkan hasil perjuangannya dan memberikan tambahan semangat dengan cinta yang menunjukkan keindahan dunia mereka. Si Bapak dapat kita samakan dengan Pemimpin yang bergerak (aktif).

Si Isteri, seniman yang mengatur dengan perasaannya, juga memimpin tapi tidak nyata tegas sebagai si Bapak.

Inilah yang kita perhatikan dan kita rasa dalam melihat hasil-hasil seniman-seniman kita, yang sekali ini kebetulan mengenai saudara-saudara Agoes dan Otto Djaja. Kekuatan mereka dalam menunjukkan kehidupan apa yang tengah tumbuh dalam masyarakat dan masanya. Kekuatan mereka menunjukkan apa yang dibutuhkan, jalan mana yang harus ditempuh, bahagia kemenangan, bahaya apa yang ada. Kebencian terhadap sesuatu yang merusak kesempurnaan irama yang sedang berlaku dan beribu-ribu lagi soal yang tetap didahului oleh seniman dalam melahirkannya atau merubahnya. Hanya cara yang bermacam-macam. Cara yang bermacam-macam ini yang mempengaruhi corak hasil kesenian. Tapi bagaimanapun juga corak itu, kesenian itu akan tetap berhubungan rapat dengan masyarakat dan masanya, baik ia merupakan kaca yang membalikkan kenyataan yang tengah ada ataupun juga meraba-raba ke alam depan. Ia akan masih berpijak pada masyarakat dan masanya.

Jadi pada hasil kesenian itu kita akan melihat masyarakat dan masa itu berdiri, lepas dan padu, sebagai gambaran yang telah dibingkai, tapi toh berhubungan juga dengan masyarakat dan masanya, malah sangat rapatnya.

Begitu juga dalam seni lukis.

Hubungan-hubungan yang dapat berkata pada kita terletak pada garis, warna, dan mata lukisan itu sendiri (subjectieve figuur). Semua faktor-faktor ini yang kita tunjukkan itu jangan dipandang sebagai garis, warna dan figur yang biasa begitu saja, tapi dirasakan bagaimana ditariknya, bagaimana ditempelkannya. Warna-warna yang diperbanding-bandingkan, ditarik-ratakan halus. Dan figur yang diperbagus, dirusak, diejek, semua ini menjadi faktor yang penting dalam merasai bezieling yang dialami oleh pelukis. Malah alat yang dipergunakan pun mempunyai harga yang tak dapat diabaikan.

Kebebasan dipakai oleh pelukis-pelukis kita dalam mencari figur yang akan dilukiskannya, keberaniannya untuk mengadakan kebebasannya melukiskan figur semau-maunya, karena ia hendak mengatakan sesuatu yang diakui oleh kebenaran pikiran yang dapat meluas dalam pandangan kita dan memberi gambar perjuangan kita sekarang. Perjuangan kita supaya dapat membuat apa saja dengan semau-maunya kita, sebagai pelukis memperlakukan figur gambarannya, sehingga terjadi figur yang dikehendakinya. Keberanian untuk merebut kebebasan. Berapa kuatnya kemauan semangat dapat kita perhatikan pada garis dan warna lukisan, kita rasa kekuatan bezieling yang mempengaruhi pelukis itu dan kekuatan pelukis itu dalam mengendalikannya. Apakah ia akan rusak oleh bezieling itu atau ia akan makin bertambah besar bersama bezieling itu?

Kebebasan jiwa dari jiwa-jiwa yang mudah merasa ini sudah lebih dahulu daripada kebebasan yang tengah dilakukan sekarang. Jadi satu tarikan atau seretan yang diminta oleh jiwa-jiwa pelukis-pelukis kita telah tercapai. Kini kemana tujuan lagi, apa dan bagaimana sekarang, kita akan rasakan pula daripada hasil-hasil kesenian yang lahir sekarang.

Begitu juga dengan Agoes dan Otto Djaja sekarang.

Agoes sudah lama juga melukis, sudah dari sebelum perang yang baru lalu ini. Kerap lukisan-lukisan Agoes dipetik dari buku-buku kesusastraan Jawa Kuno. Mengapa Agoes memilih lukisan-lukisan pada yang lama-lama ini? Ada seakan-akan ia lari, tak tahan dengan dunia sekelilingnya. Ia lari hendak mencari ketenangan dalam kedalaman dan kepuasan hasil kesusastraan lama. Agoes tak dapat bertemu dengan kepuasan, kelegaan dan ketenangan, pada Otto yang tengah berhenti, atau pada pemikul yang tengah mengaso, dan nanti akan terus lagi berjalan. Untuk ketenangan Agoes berpegang pada cerita lama. Tapi, ataukah Agoes ini bukannya seorang pelarian? Cerita lama itu hanya dijadikannya alat saja untuk menceritakan pada masyarakat sekarang, yang tengah dimasuki pengaruh-pengaruh asing, supaya tinggal tetap sifat-sifat sendiri, dapat menyaring yang datang itu dan dapat memasukkan dan mencernakan pengaruh asing itu sehingga menjadi kepunyaan sendiri, sebagai yang telah dilakukan oleh nenek moyang kita dahulu?

Tapi kemungkinan ini agak terdesak oleh lukisan-lukisan yang lain seperti Pratiwi dan ada lagi lain-lain yang gelap-gelap. Ini seakan-akan ditutupinya dengan sluier seperti ia tak sanggup terang-terangan. Kita sesali ini, karena kita lihat Agoes dapat jadi Agoes yang murni (zuiver). Koeda Kepang-nya dapat memberikan bezieling yang kuat dan cakap (meesterlijk) dikendalikan. Pada Fitnah ia dapat benci dengan sesungguh-sungguhnya dengan tak usah pakai sluier.

Apakah Boelan (Magic Moon) Agoes satu lukisan dirinya? Hendak mimpi, lari dari dunia nyata (sangat baik ayunan irama terang bulan yang membawa bermimpi, seakan-akan diangkat halus kasih alam semua, tapi menyentak kaki yang ditebarkan, mematahkan seluruh irama dan melekat kuat pada tanah) sedang kaki menyentakkan seluruh irama dan berat terikat pada tanah juga, pada kenyataan? Kita harap benarlah ini hendaknya karena dari Agoes harapan kita masih dapat dipenuhinya dengan lukisan-lukisan yang setingkat dengan Magic Moon, Fitnah dan beberapa yang lain.

Dan Otto, Otto lebih berani dari Agoes. Pada Otto kita tidak ada merasa ia menyerah pada sekelilingnya. Hanya kadang-kadang kelihatan ia tak berdaya untuk melukiskan apa yang dikehendakinya seluruh. Itu sebabnya pada Otto kekuatannya tampak nyata pada kematangannya dalam melukis inti lukisannya, seperti Tiga Orang, Njanjian Bersama. Dan ini menyata terang lagi pada kesukaannya membuat sketsa yang bersifat humor. Dengan jiwanya yang suka humor itu diperlihatkannya bagaimana sebenarnya anggota-anggota masyarakatnya. Ejekan Otto halus-halus, dia menunjukkan yang sebenarnya dengan sedikit senyum, Alangkah Mentertawakan Kamu Ini. Matanya sangat tajam untuk mengobservasi, dari itulah timbul sketsa-sketsa yang penuh humor ini.

Akhirnya dari hasil penglihatan lukisan-lukisan yang diberikan oleh Agoes dan Otto Djaja ini, kita mendapat sudah pandangan, jalan dan tujuan masyarakat dengan mata Agoes dan Otto ini. Dan akan sangat menarik akan mengetahui bagaimana pengaruh yang masuk pada masyarakat dalam masa kita dan akan bekerja di dalamnya, dari dua pelukis muda kita ini.