Sumber: Bintang Timur, Senin, 4 Agustus 1959, hlm. III.
Karena kerja melatih mereka, maka tujuan utama ialah mencari objek. Orang atau seniman, terkadang bisa memimpikan sesuatu objek. Seniman bisa melahirkan sesuatu objek melalui pintu hati yang dinamakan wahyu, sehingga bisa saja timbul kubisme, alam benda yang tak berbentuk semestinya, kepala-kepala orang yang penyok-penyok. Semua ini ialah mendekatkan kita ke alam khayal, malah kadang-kadang orang lebih kecil dari lukisan hewan atau tumbuh-tumbuhan, lukisan ini tentunya akan dipertahankan mati-matian oleh setiap pelukis yang melukiskannya.
Dia akan membuka front pertempuran bila ada orang yang mau menguit-nguit lukisannya. Dan apakah hal ini wajar? Wajar tentunya. Tetapi apakah itu mudah dimengerti orang kemudian seenaknya saja dijejalkan pada masyarakat? Kiranya ini yang harus menjadi persoalan kita.
Setiap hasil membayangkan wajah orang itu. Cara kerja dan bentuk kombinasi dari hajat yang hendaknya dituangkannya. Tetapi adakah mungkin hajat itu sesuai dengan keadaan sekitarnya, kiranya ini pasti pula dikaji-kaji. Bagi pelukis-pelukis yang menetapkan cara kerja yang demikian itu, maka akan sedikitlah orang yang tahu, bahkan antara yang tahu itu pun sendiri kadang-kadang atau tentu, timbul pertentangan, timbul lagi pertarungan, atau sekurang-kurangnya pura-pura mengerti walaupun itu menipu dirinya sendiri.
Hendaknya lukisan dapat dimengerti rakyat
Kita bukanlah dilahirkan dengan suatu sifat hilang-hilangan, kita tidak dijadikan untuk menipu diri dan orang lain, kita dilahirkan untuk menjelaskan dan mendudukkan diri dengan tempat yang wajar dan benar, maka dari itu tidaklah ada jalan lain yang harus ditempuh selain mewujudkan cara kita sesuai dengan keadaan yang terlihat dan tidak menipu-nipu kebenaran. Ke arah inilah yang harus menjadi pegangan setiap pelukis. Bagaimana bisa menikmati sebuah lukisan kalau kita sendiri kabur dan tidak dapat menikmati kerja itu.
Bagaimana pula bisa penghargaan itu datang pada diri kita, bila lukisan itu sendiri tidak mengajak kita mengerti tentang wujud lukisan itu sendiri. Bukankah lukisan itu dihargai bila orang mengerti? Bukankah hasil kerja itu menunjukkan bisa tidaknya mendekati objek secara langsung atau tidak dengan keadaan sekitar kita?
Keragu-raguan terhadap seni lukis pun banyak dipalingkan oleh setiap masyarakat atau setiap orang yang melihat hasil sebuah lukisan. Keraguan ini pun dilontarkan presiden ketika Kongres Lekra yang I di Solo, bahwa sebuah lukisan hendaknya dapat dimengerti oleh rakyat, dengan demikian barulah dapat dikatakan seni untuk rakyat. Dasar pegangan ini disambung pula oleh bekas Menteri PP & K, Prof. Prijono, bahwa pendirian seni untuk rakyat Lekra tak ada bedanya dengan beliau. Dengan patokan-patokan yang demikian inilah, maka kerja yang berhasil dari setiap pelukis, haruslah memberikan pada umum gambaran nyata, bukan buah fiktif dan kelabuhan belaka.
Inilah kiranya yang harus setiap pelukis sadari.
Melukis menjauhkan diri dari objek, bukanlah tidak mungkin terjadi.
Dia terjadi pada bisa dilihat dengan hasil-hasil seni lukis yang banyak pula dipamerkan yang kesemuanya menjemukan setiap orang yang ingin sekali menikmati seni lukis. Memang seni lukis (karyanya) bukanlah sebuah juadah yang dapat disantap, tetapi perasaan kita haruslah dengan jelas menempatkan hasil karya itu pada tempat yang layak. Dengan penempatan ini sudahlah jelas bahwa kedudukan seni lukis akan lebih mendorong masyarakatnya untuk menghargai setiap hasil karya.
Mendekatkan diri pada rakyat
Jalan untuk sampainya pada penghargaan masyarakat kepada hasil karya ialah mendekatkan diri pada objek, pada rakyat, benda dan alam. Dengan mendekatkan diri pada alam dunia sekitar kita dibentuk dengan tidak ada keragu-raguan sama sekali. Dengan demikian kita berada di tengah-tengah objek, dan tidak mendustai objek. Bisa objek pun telah kita lainkan kebenarannya, kenyataannya, bukankah ini berarti menyisihkan pandangan yang benar dari masyarakat pada kesungguhan hati yang dipegangnya?
Tidaklah demikian bagi Pelukis Rakjat. Sesuai dengan Namanya maka pelukis yang tergabung dalam Pelukis Rakjat tidaklah memungkinkan penjauhan diri pada rakyatnya, pada objek. Inilah yang menggembirakan setiap masyarakat yang mengenal pelukisan oleh Pelukis Rakjat ini. Dan masyarakat yang hidup dimana objek yang dilukiskannya itu terdapat, maka ia akan serentak sadar kebenaran dari hasil yang dilukiskannya. Inilah kerja Pelukis Rakjat.
Pendekatan diri pada rakyat, terkadang hanya terpikir pada kita bahwa ini dilakukan oleh negara-negara Eropa Timur, Tiongkok, Korea (RDRK) dan negeri-negeri sosialis yang sesungguhnya, bahwa pendekatan itu merupakan keharusan bagi setiap pekerja seni, tetapi sebenarnya bagi seniman-seniman Lekra, hal ini tidak satu kali dilakukan, bahkan sering walaupun ini hanya merupakan pekerjaan perseorangan saja. Secara besar-besaran sudah terjadi dan dijalankan oleh Pelukis Rakjat. Operasi pendekatan objek ini sekaligus mencemplungkan diri pada kehidupan sebenarnya dari masyarakat ramai, sekaligus pula menjelaskan kehidupan itu dalam seni lukis.
Hasil operasi
Bentuk kerja yang demikian ini dinamakan oleh Pelukis Rakjat Operasi Gempa Langit. Operasi Gempa Langit ini telah merupakan bahan kesayangan pada daerah yang dikunjunginya. Masyarakatnya terikat dan hasil kerja pelukis-pelukis itu dan yang lebih baik lagi ialah masyarakat itu seolah-olah tidak rela bercerai dengan pelukis-pelukis itu. Mereka tidak rela dipisah, tidak ingin berpisah setelah bergaul dengan ramahnya satu sama lain selama operasi kerja itu.
Mendekatkan diri guna beroperasi adalah suatu hal yang sangat diharuskan.
Setiap gerakan pendekatan diri dalam beroperasi tentunya kembali pada persoalan uang untuk pengangkutan makan dan sebagainya. Tapi dalam setiap kali beroperasi, makan bagi para pelukis itu merupakan hadiah yang tidak terduga datangnya dari rakyat setempat. Rakyat seperti berlomba untuk menghadiahkan apa yang dapat disumbangkannya bagi pelukis-pelukis itu. Mereka rela melakukan pekerjaan untuk membantu usaha-usaha pelukis-pelukis itu.
Dengan gambaran ini sebenarnya kita ingin sekali menunjukkan bahwa kemiskinan rakyat setempat bukanlah karena uang atau apa pun, tetapi kemiskinan itu terlalu parah dalam bidang menghargai seni. Ini yang paling sukar diatasi. Karena rakyat bisa memberi apa yang mereka punyai untuk pelukis-pelukis ke daerah operasi. Maka jelaslah, kecintaan mereka pada lukisan yang dapat ditangkapnya itu merupakan kebenaran bahwa penghargaan atas sebuah hasil terletak pada mengerti tidaknya masyarakat melihat.
Kalau mereka tidak dapat mengerti apa yang telah dilukiskan itu mustahil bisa demikian baik hubungan yang diterima oleh Pelukis Rakjat ke daerah-daerah operasinya.